Subsidi Pupuk Naik, Produktivitas Pangan Dinilai Masih Stagnan

Pupuk bersubsidi langka bagi petani

Jakarta, IDN Times – Topik subsidi pupuk dan pangan di Indonesia menjadi bahan diskusi pada debat pemilihan presiden (pilpres) keempat pada Minggu, (21/1/2024). Dalam debat itu, calon wakil presiden (cawapres) dengan nomor urut 3, Mahfud MD, mengatakan subsidi pupuk naik, padahal jumlah petani sedikit. 

Terkait ini, Kepala Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta, menekankan isu kelangkaan dan kesulitan akses pupuk bersubsidi untuk para petani.

“Kalo bicara sama petani, hampir semua di daerah kalau ditanya isu pupuk ini, mereka bilang adalah ‘langka’. Bukan kelangkaan pupuk secara umum, tapi langka pupuk yang bersubsidi,” kata dia ungkapkan pada acara Media Briefing oleh Koalisi Sistem Pangan Lestari di Hotel Mulia, Jalan Afrika Asia, Jakarta Selatan, pada Rabu (24/1/2024). 

Pada kesempatan ini, Aditya juga menjelaskan berbagai tantangan yang dialami pada sektor pupuk yang menyebabkan aksesnya sulit didapati oleh para petani. Alhasil, menyebabkan produktivitas pangan di Indonesia cenderung stagnan. 

Berikut IDN Times sajikan rangkumannya. Yuk, disimak baik-baik!

Baca Juga: Tebus Pupuk Subsidi Bisa Pakai KTP Saja, Ini Caranya!

1. Pemberian subsidi pupuk sebagai salah satu program intervensi kepada input pertanian

Subsidi Pupuk Naik, Produktivitas Pangan Dinilai Masih StagnanKebijakan intervensi terkait input pertanian di Indonesia (dok. Center of Indonesian Policy Studies)

Salah satu kebijakan intervensi terhadap input pertanian di Indonesia adalah penerapan subsidi pada pupuk. Subsidi berjenis tidak langsung ini dilaksanakan Badan Usaha Milik Negeri (BUMN), yakni PT Pupuk Indonesia. Subsidi ini dibayar kepada PT Pupuk Indonesia untuk menurunkan biaya produksi. 

Subsidi pupuk juga didampingi dengan Kartu Tani, di mana kartu tersebut dapat membantu para petani mengklaim dan membayar pupuk bersubsidi ini. Selain itu, Kartu Tani juga membantu mencegah munculnya pasar sekunder. 

Namun, Kartu Tani sendiri memiliki beberapa kerugian, seperti keterbatasan hanya untuk pupuk bersubsidi dan jangka waktu aplikasi yang panjang. Ada pula dampak timbulnya pasar sekunder untuk pupuk nonsubsidi. Kartu Tani juga mempertahankan perbedaan harga antara pupuk nonsubsidi dan bersubsidi.

2. Budget subsidi pupuk cenderung menaik setiap pemilu, namun produktivitas pangan menurun

Subsidi Pupuk Naik, Produktivitas Pangan Dinilai Masih StagnanData kenaikan subsisi pupuk per tahun dari CIPS (IDN Times/Amara Zahra)

Berdasarkan sejumlah riset yang dikumpulkan di CIPS, budget subsidi pupuk di Indonesia cenderung menaik setiap kalinya menjelang pemilihan umum (pemilu), terutama pada tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019. Alokasinya didominasi oleh urea, yang rata-ratanya mencapai 4,3 juta ton per tahun. 

“Naiknya bukan sekedar dikit, tapi tertinggi sepanjang masa setiap kali pemilu,” tambahnya. 

Hal ini merupakan salah satu topik yang disinggung oleh cawapres nomor urut tiga, Mahfud MD, pada debat pilpres keempat pada Minggu, 21 Januari 2024. Dia mengatakan, “Sumber Daya Alam (SDA) kita sangat kaya tetapi pangan belum berdaulat, petani sangat sedikit, lahan petani sangat dikit, tetapi subsidi pupuk semakin besar. Pasti ada yang salah.” 

Terkait ini, Aditya juga mengungkapkan bahwa produktivitas pangan itu cenderung stagnan.

Baca Juga: CEK FAKTA: Mahfud MD Sebut Subsidi Pupuk Naik Setiap Tahun

3. Proses yang panjang dan cenderung birokratis menyebabkan kesulitan akses pupuk bagi para petani

Subsidi Pupuk Naik, Produktivitas Pangan Dinilai Masih StagnanData produktivitas tanaman pangan 2017-2022. (IDN Times/Amara Zahra)

Aditya memaparkan bahwa ada beberapa isu terkait input pertanian. Salah satunya adalah proses yang panjang dan cenderung birokratis yang menyebabkan kekurangan, keterlambatan dan misalokasi pupuk bersubsidi. 

Selain itu, Aditya juga menjelaskan, di saat dia bicara kepada para petani, hampir di semua daerah mengatakan bahwa isu yang paling inti terkait pupuk ini adalah kelangkaan. Bukan kelangkaan pupuk secara umum, melainkan kelangkaan pupuk yang bersubsidi. 

“Kalau ke kios-kios pasti ada, tapi bukan pupuk yang bersubsidi. Adanya pupuk yang dari pasar komersial, dan harganya sangat jauh berbeda dengan yang bersubsidi,” jelas Aditya. 

Kelangkaan ini disebabkan oleh lahan pertanian yang mengalami penurunan serta jumlah petani yang semakin dikit. Alhasil, produktivitas dan hasil pertanian juga cenderung menurun. 

Hal ini menyebabkan kesulitan akses pupuk bersubsidi bagi para petani, yang juga berkontribusi kepada stagnannya kestabilan pangan di Indonesia. 

Baca Juga: Mahfud Pertanyakan Lahan Petani Turun, tapi Subsidi Pupuk Bertambah

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya