TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Digugat, Pemerintah Pastikan Omnibus Law Tidak Hapus Hak Cuti

Pekerja yang cuti melahirkan dapat gaji

Ilustrasi ibu hamil. (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memastikan Omnibus Law Cipta Kerja tidak akan menghapus hak-hak cuti bagi karyawan yang melahirkan, haid, hingga menikah. Poin itu merupakan salah satu hal yang dikritik publik, terutama kalangan pekerja.

"Jadi tidak benar, cuti melahirkan tidak dibayar, itu tidak benar sama sekali." Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI JSK) Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang di Jakarta, Senin (24/2).

Baca Juga: Skema Upah di Omnibus Law Dikritik, Satgas Klaim Tidak Rugikan Buruh 

1. Hak cuti karyawan dalam Omnibus Law Cipta Karya terdapat dalam Pasal 79 Ayat 1 Bab IV

IDN Times / Auriga Agustina

Berdasarkan penulusuran IDN Times, dalam RUU Omnibus Law versi akhir yang kini di tangan DPR RI, memang disebutkan pengusaha berhak mendapatkan waktu istirahat atau cuti. Namun, aturan dalam draf tersebut tidak menyebut secara detail tentang cuti bagi perempuan haid, perempuan melahirkan maupun suami yang istrinya melahirkan, serta cuti menikah dan keluarga meninggal.

Pada Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 79 Ayat (1), berbunyi "Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti."

Sementara Ayat (2) berbunyi, "Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu."

Ayat (3) berbunyi, "Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus."

Ayat (4) berbunyi, "Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama."

Ayat (5) berbunyi, "Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan dapat memberikan cuti panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama." 

2. Aturan cuti haid, melahirkan dan keguguran yang berlaku selama ini diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003

Aksi aliansi mahasiswa menolak Omnibus Law di Bunderan UGM, Sleman, 15 Januari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Hingga kini, aturan mengenai cuti haid yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, masih tetap berlaku.

Cuti haid diatur dalam pasal 81 yang berbunyi, "Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid."

Sementara pada pasal 82 ayat 1 disebutkan, "Perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

Kemudian pada Ayat 2 disebutkan, "Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan."

Baca Juga: Ini Lho Poin-Poin Omnibus Law Cilaka yang Didemo Buruh

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya