TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Pekerjaan Rumah Pemerintah di 2 Tahun Jokowi-Ma'ruf

Pemerintah harus melakukan perbaikan

Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Hari ini, tepat dua tahun kepemimpinan Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin. Ini juga menandai periode kedua Jokowi sehingga secara total, tujuh tahun sudah Jokowi memimpin sebagai Presiden Republik Indonesia.

Ada empat catatan penting bagi pemerintah menurut Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (FITRA) yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Jokowi. 

Apa saja itu? Berikut rangkumannya. 

Baca Juga: [BREAKING] Jokowi Mau Tingkat Kemiskinan RI Turun Jadi Single Digit di 2022

1. Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh sebagian elite saja

Ilustrasi Kaya Raya. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sekjen FITRA Misbah Hasan mengatakan pertumbuhan ekonomi masih ekslusif dan hanya dinikmati oleh sebagian ‘elite’ kelas atas negara ini. "Belum inklusif dan berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan dan pengangguran.," kata Misbah dalam keterangan tertulis, Senin (16/8/2021).

Hal ini terlihat dari capaian yang timpang dan berbanding terbalik antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran di tahun 2020 dan 2021, termasuk Gini Rasio yang masih tinggi.

"Pertumbuhan ekonomi perlu diarahkan lebih inklusif agar bisa dinikmati oleh oleh kalangan ekonomi menegah ke bawah," kata Misbah.

Baca Juga: [BREAKING] Jokowi Targetkan Penerimaan Negara Rp1.840 Triliun di 2022

2. Pemerintah belum memaksimalkan potensi pendapatan negara

IDN Times/Arief Rahmat

Catatan kedua adalah belum memaksimalkan potensi pendapatan negara, salah satunya melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meski sudah direlaksasi target penerimaannya.

Ia menilai masih banyak potensi kebocoran penerimaan pajak dan PNBP yang dilakukan oleh petugas pajak hingga diversifikasi pajak yang justru memberatkan masyarakat kecil seperti pajak sembako, dan lain-lain.

"Perlu pengawasan yang ketat atas potensi kebocoran pendapatan negara dan diversifikasi pajak yang tidak memberatkan masyarakat kecil," ujar Misbah.

3. Proyeksi APBN 2022 dan perubahan fiskal yang dilakukan belum fleksibel

Ilustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Misbah menilai proyeksi APBN 2022 dan perubahan fiskal yang dilakukan pemerintah belum fleksibel dan belum adaptif terhadap kerentanan bencana alam dan bencana non-alam COVID-19. Hal ini terlihat dari serapan anggaran yang rendah di setiap tahun dibanding dengan pagu anggaran yang ditetapkan, baik serapan Belanja kementerian/lembaga regular maupun serapan anggaran PC-PEN.

"Serapan Belanja kementerian/lembaga dan PC-PEN cenderung menumpuk di akhir tahun anggaran, sehingga kurang optimal dirasakan oleh masyarakat," ujar Misbah.

Untuk mengatasi itu, Misbah merekomendasikan penyederhanaan proses pengadaaan barang/jasa melalui lelang terbuka dengan tetap memperhatikan transparansi dan akuntabilitas PBJ serta dan mengurangi mekanisme penunjukan langsung.

Baca Juga: 10 Pos Anggaran Belanja Tertinggi, Nomor 1 Kementeriannya Prabowo

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya