OBOR dan Indonesia yang Makin Sulit Lepas dari Cengkraman Tiongkok
OBOR menambah masifnya kerjasama Indonesia dengan Tiongkok
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Dua tahun lalu, tepatnya 14-15 Mei 2017, Presiden Joko Widodo pergi ke Tiongkok menghadiri KTT Inisiatif Sabuk dan Jalan Tiongkok (Belt and Road Initiative/BRI) atau yang juga disebut One Belt One Road atau OBOR. Saat itu, Jokowi mempelajari konsep kaukus ekonomi dunia, OBOR Tiongkok, itu.
April lalu giliran Wakil Presiden RI Jusuf Kalla juga menghadiri forum ini. Ia menekankan tentang pentingnya sinergi antara strategi pembangunan nasional dengan pelaksanaan proyek dalam kerangka kerja sama BRI.
Selain tentang strategi pembangunan nasional, Wapres RI dalam forum itu juga menekankan pentingnya prinsip kepemilikan (ownership) dorongan nasional (national driven) untuk berbagai proyek dan kerja sama dalam kerangka BRI. Forum ini semakin menambah panjang daftar kerja sama Indonesia dengan Tiongkok. Dan membuat Indonesia akan sulit keluar dari ‘cengkraman’ Tiongkok.
“Kita semakin sulit keluar dari tawaran BRI karena peran Tiongkok sudah terlampau besar,” kata Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam sebuah diskusi seperti dilansir Antara.
Baca Juga: Donald Trump Kembali Berang Soal Perang Dagang, Ini Tanggapan China
1. Kerja sama Indonesia-Tiongkok berawal dari ACFTA 2010
Tauhid menjelaskan keterbukaan Indonesia terhadap Tiongkok dibuka sejak perjanjian antar ASEAN-Tiongok Free Trade Area (ACFTA) pada 1 Januari 2010 yang ditandatangani persetujuan pada tahun November 2004 dan direvisi pada tahun 2006 dan 2010.
“Kesepakatan ini berlaku efektif pada 1 Januari 2012 untuk produk barang dengan status ‘Normal Track’. Artinya produk yang dikatakan dapat normal diperdagangkan antar negara dan bukan produk ‘sensitive’ yang diperdagangkan antar negara. Sementara keterbukaan untuk sektor Jasa ditandangani pada 2007 dan fasilitasi investasi antar negara ASEAN dan Tiongkok ditandatangani sejak 2009,” jelas Tauhid.
Baca Juga: KPK Minta BUMN Berhati-Hati Ketika Terima Investasi dari Tiongkok