TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pasal Bermasalah soal Upah versi Buruh di Aturan Turunan Omnibus Law

Bisa saja dalam sehari buruh hanya dipekerjakan 2 atau 3 jam

Bekerja di kala pandemik COVID-19. (IDN Times/Besse Fadhilah)

Jakarta, IDN Times - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengkritik aturan upah per jam yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan bagi pekerja atau buruh. Aturan yang merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) ini ditandatangani Jokowi pada 2 Februari 2021.

"Adanya upah per jam yang tidak ada batasan, jenis industri apa saja yang boleh menerapkan. Bisa saja semua industri akan menerapkan sistem upah per jam," kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyo dalam keterangan tertulis, Kamis (25/2/2021).

Baca Juga: 5 Poin Perubahan Ketentuan soal Upah dalam Turunan Omnibus Law Jokowi

1. Buruh bisa cuma kerja 2-3 jam per hari?

IDN Times/Irfan Fathurohman

Kahar menilik Pasal 16 yang menyatakan penetapan upah per jam ini hanya diperuntukkan untuk pekerja atau buruh yang bekerja secara paruh dan dibayarkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau buruh.

"Di dalam penjelasannya, hanya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan 'bekerja secara paruh waktu' adalah bekerja kurang dari 7 jam, 1 hari dan kurang dari 35 jam 1 minggu. Dengan kata lain, bisa saja dalam sehari buruh hanya dipekerjakan 2 atau 3
jam," ujar Kahar.

Baca Juga: Skema Upah di Omnibus Law Dikritik, Satgas Klaim Tidak Rugikan Buruh 

2. Tidak jelas pekerjaan apa saja yang boleh dibayar per jam

Ilustrasi Kerja (IDN Times/Besse Fadhilah)

Kedua, Kahar mengkritisi Pasal 16 tersebut karena tidak ada penjelasan, jenis pekerjaan apa saja yang diperbolehkan menerapkan upah per jam.

"Dampaknya, bisa saja jenis pekerjaan yang selama ini pembayaran upahnya secara bulanan diubah menjadi per jam," katanya.

3. Posisi tawar buruh yang lemah bisa dimanfaatkan pengusaha

Buruh menolak RUU Omnibus Law karena dianggap menghilangkan hak hak buruh (IDN Times/Prayugo Utomo)

Masih berdasarkan Pasal 16, KSPI khawatir adanya kesepakatan antara buruh dan pengusaha untuk upah per jam ini justru akan merugikan buruh karena posisinya yang lebih lemah.

"Posisi buruh cenderung lemah di hadapan pengusaha, bisa jadi mereka akan terpaksa
menyepakati jika pengusaha meminta upah dibayarkan per jam," kata Kahar.

Baca Juga: INDEF Minta Pemerintah Tinjau Aturan Upah per Jam Dalam Omnibus Law

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya