TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tagihan Listrik Membengkak hingga 2 Bulan, Kok Bisa Sih?

Penjelasan lengkap PLN dan ilustrasi penghitungan listrik

Ilustrasi Listrik PLN. (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah masyarakat mengeluhkan tagihan listrik mereka membengkak dalam beberapa dua bulan terakhir. Pada awal Mei misalnya, banyak pelanggan yang mengeluhkan tagihan listrik April yang melonjak hingga dua kali lipat. Lalu kini masyarakat kembali mengeluhkan kenaikan tagihan untuk bulan Mei.

Apa yang terjadi?

Direktur Niaga dan Managemen Pelayanan PT PLN Bob Sahril mengatakan telah terjadi perubahan mekanisme penghitungan dan perubahan perilaku pelanggan selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dia menyebut masyarakat lebih banyak mengonsumsi listrik saat PSBB.

"Di Maret akhir, minggu 3 dan 4 saat PSBB, kegiatan di kantor dan usaha berubah dengan pola ini. Banyak orang di rumah dan beberapa pelanggan bawa alat kerja ke rumah yang hekekatnya adalah perlatan listrik. Karena COVID-19 pada Maret dan April ada lonjakan pemakaian, padahal kita hitung rata secara normal," kata Bob dalam diskusi bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Kamis (11/6).

Lalu bagaimana penghitunngan PLN sehingga dua bulan ini tagihan terus mengalami lonjakan?

Baca Juga: Tagihan Listrik Kamu Tak Wajar? Ini Saran Kementerian BUMN 

1. Penghitungan rata-rata untuk tiga bulan

IDN Times

Untuk tiga bulan pertama Januari hingga Maret, PLN menggunakan penghitungan rata-rata pemakaian listrik pelanggan. Misalnya, pada Desember 2019 hingga Februari 2020, rata-rata pemakaian listrik sebesar 100 kWh. Ini adalah sebelum masyarakat mulai menerapkan PSBB atau bekerja dari rumah.

Selanjutnya, PLN tidak mencatat pemakaian April untuk rekening Mei karena adanya PSBB. Sehingga mereka melakukan rata-rata pembacaan tiga bulan ke belakang untuk dapat angka stand meter bulan maret untuk tagihan April.

"Jadi rata-ratanya Desember, Januari, dan Februari dan dirata-ratakan sehingga digunakan sebagai satuan energi yang kita pakai," kata Bob.

2. WFH hingga Ramadan yang menyebabkan kelebihan pemakaian listrik dibanding bulan sebelumnya

Ilustrasi Bekerja Redaksi (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Akibat work form home (WFH) dan Ramadan, PLN menyebut terjadi kenaikan pemakaian listrik dari rumah tangga.

"Dengan pola ini banyak yang dilakukan orang di rumah, bahkan membawa alat kerja ke rumah, yang semuanya peralatan listrik, apakah pemanas, dan sebagainya. Ini lah kejadian menyebabkan Maret dan April ada kenaikan pemakaian," ujar Bob.

Di sini terjadi permasalahan. Akibat penghitungan rata-rata untuk bulan Maret dan April, tapi pemakaian listrik mengalami kenaikan, sehingga ada kelebihan tagihan yang belum dibayarkan oleh masyarakat untuk bulan April.

"Katakanlah pada waktu kita bulan sebelumnya pakai 100 untuk 3 bulan ke belakang rata-ratanya. Kemudian kita catatkan 100 dikali tarif, itulah pembayaran tarif listrik kita. Nah pada waktu kita mengukur 100 ini, karena COVID-19 (WFH dan Ramadan) ada kemungkinan kita pakai lebih dari 100, katakanlah 120 tapi hanya dikalikan 100 (akibat penghitungan rata-rata). Berarti ada tarif yang belum dikenakan, begitu juga bulan berikutnya, maka ada yang belum tertagih 40 (untuk tagihan bulan April," kata Bob memaparkan.

Baca Juga: Viral Tagihan Listrik Sampai Rp20 Juta, PLN: Harus Bayar

3. Bukan penghitungan sesungguhnya

Simulasi perhitungan tagihan listrik. Dokumentasi PLN

Karena virus corona, sehingga untuk bulan April dan Mei tidak tercatat sesungguhnya. Sehingga kWh yang belum tercatat, terlihat di bulan berikutnya atau Juni.

"Di Mei masih PSBB dan Mei untuk rekening Juni kita mulai mencatat yang realnya. Tapi jangan lupa, mungkin kita sudah pakai sama seperti April 140 juga. Jika ditambah pemakaian sebelumnya ini menjadi 200, dikali tarifnya, ini lah yang terjadi pada masyarakat," ujar Bob.

Baca Juga: PLN Beberkan Alasan Tagihan Listrik Melonjak Selama Pandemik COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya