3 Tips Jadi Investor Pasar Modal yang Cerdas dari BEI
Jadilah investor yang cerdas, bukan karena ikut-ikutan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Bursa Efek Indonesia (BEI) kehadiran banyak investor selama dua tahun pandemik COVID-19. Peningkatan jumlah investor saham di Pasar Modal Indonesia tersebut pun cukup signifikan. BEI mencatat, jumlah investor Pasar Modal Indonesia sampai saat ini ada di angka 3,465 juta orang.
Namun, banyaknya angka tersebut tidak akan berarti apa-apa jika investor tersebut tidak mampu mengerti seluk beluk pasar modal sepenuhnya. Kepala Kantor Perwakilan BEI Jakarta, Marco Poetra Kawet mengungkapkan, investor Pasar Modal Indonesia saat ini didominasi oleh anak muda. Mereka bisa dibilang merupakan motor penggerak pertumbuhan investor di Pasar Modal Indonesia.
Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk menjadi investor yang cerdas. Investor yang cerdas bisa didapat dari proses pembelajaran, terlebih saat ini anak-anak muda banyak menerima informasi dari media sosial yang bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
"Membentuk investor cerdas harus melalui pembelajaran. Di luar sana kita lihat, anak muda yang menjadi motor pertumbuhan investor kita dalam beberapa tahun terakhir sangat mengandalkan yang namanya informasi berbasis digital mulai dari media sosial, informasi kanan kiri yang mereka dapatkan dan semua itu tidak kita mungkiri banyak dari mereka yang menjadi investor 'karbitan' karena tidak melalui pembelajaran tepat," tutur Marco, dalam acara Edukasi Wartawan terkait Pengetahuan Dasar Berinvestasi di Pasar Modal, Rabu (23/2/2022).
Marco pun kemudian membagikan sejumlah tips bagi anak muda untuk menjadi investor cerdas di Pasar Modal Indonesia. Berikut ini ulasannya.
Baca Juga: 7 Perbedaan Pasar Uang dan Pasar Modal, Pahami Sebelum Berinvestasi!
1. Tidak FOMO
Syarat pertama bagi anak muda untuk menjadi investor yang cerdas adalah tidak FOMO alias Fear Of Missing Out alias hanya ikut-ikutan. Saat ini, kata Marco, generasi muda banyak menerima informasi dan mereka akan tidak terima jika disebut katro lantaran ketinggalan sebuah informasi.
Pun halnya dengan fenomena membeli saham yang mulai menanjak ketika pandemik COVID-19 melanda. Tekanan dari teman sepermainan membuat mereka akhirnya cepat memberikan respons dan respons tersebut bisa baik, bisa juga buruk.
"Respons tdk baik ini macam-macam. Nah umumnya mereka menjadi investor karena merasa takut ketinggalan zaman atau bahasa kerennya Fear Of Missing Out atau FOMO dan mereka adalah korban media sosial," kata Marco.
Akibat FOMO itu, mereka kemudian membeli saham tanpa tahu fundamental perusahaannya. Mereka membeli saham hanya berdasarkan rekomendasi artis atau influencer di media sosial yang sebenarnya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut.
Mereka yang menjadi investor karena FOMO biasanya hanya tergiur dengan keuntungan seperti diperoleh influencer atau artis tersebut.
"Saya selalu bilang, berapa besar pun keuntungan yang dipamerkan oleh mereka tidak sepeser pun akan diterima oleh yang melihatnya. Artinya investor ini harus memahami, dari setiap invstasi yang dilakukan, baik itu rugi atau untung yang menikmati ya investor itu sendiri. Tidak perlu mengikuti apa yang disampaikan orang di media sosial, biarkan itu menjadi testimoni, pengalaman dia sepeti itu," beber Marco.
Baca Juga: OJK: Kepercayaan Investor di Pasar Modal Meningkat di 2021
Baca Juga: Jadi Investor Saham Pemula? Perhatikan 5 Tips Ini Agar Cuan