TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ini Sejumlah Jurus Gubernur BI Antisipasi Tapering dari The Fed

Perry yakin The Fed belum melakukan tapering tahun ini

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo (Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia)

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membeberkan sejumlah langkah sebagai bentuk antisipasi, terkait kemungkinan tapering off atau pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.

Pasar global saat ini masih terus dibayangi kekhawatiran tentang kemungkinan pengetatan kebijakan moneter oleh The Fed, sebagai imbas pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat.

Untuk itu, Perry mengatakan, pihaknya terus berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan agar dampak dari pengetatan kebijakan moneter The Fed tidak memengaruhi pasar keuangan di dalam negeri.

"Kalau soal antisipasi tapering, kami hampir tiap minggu itu ketemu. Kami di BI kan ada rapat dewan gubernur mingguan, kami lakukan assement. Demikian juga kami dengan Kemenkeu selalu berkomunikasi bagaimana mengantisipasi dan melakukan langkah bersama, supaya tidak berimbas ke dalam negeri," ujar Perry, saat rapat bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (14/6/2021).

Baca Juga: BI Lanjut Tahan Suku Bunga Acuan Tetap 3,5 Persen

1. Suku bunga BI tetap rendah

Ilustrasi suku bunga (IDN Times/Umi Kalsum)

Adapun, hal tersebut terlihat pada kebijakan BI yang terus menahan suku bunga BI seven days repo rate yang tetap pada level rendah, yakni 3,5 persen.

Kendati, Perry tetap memberikan ruang bagi kenaikan imbal hasil atau yield SBN dalam negeri, agar tetap terukur dan menjadi sasaran investor di tengah naiknya US Treasury.

Pun halnya dengan nilai tukar yang mengalami depresiasi, tetapi dalam pemantauan agar terus terukur.

"Sehingga kami memang berkomunikasi membuat suatu joint operation. Kalau US Treasury-nya naik kan gak mungkin SBN tetap, gak mungkin, boleh naik tapi kemudian jangan terlalu volatile. Nah, itu yang barangkali intersepsi stabilisasi yang kami lakukan dengan Bu Menkeu," kata Perry.

2. Kenaikan SBN dan depresiasi rupiah masih dalam tahap wajar

Ilustrasi Kurs Rupiah. (IDN Times/Aditya Pratama)

Perry menyebutkan kenaikan SBN dan depresiasi rupiah memang mengalami kenaikan, tetapi masih tahap wajar.

"Kalau US Treasury naik dari 1,3 persen ke 1,6 persen, terus kemudian yield SBN sekarang adalah yang dulunya 6,16 persen sekarang 6,4 persenan. Itu adalah suatu kenaikan yang wajar. Rupiah terdepresiasi sekitar 2,3 persen dibanding negara lain juga cukup wajar," kata dia.

Kenaikan yang wajar itu, kata Perry, terjadi di dalam negeri tanpa BI harus menaikkan suku bunga dan melakukan pengetatan likuiditas.

Baca Juga: Kamu Punya Cicilan? Yuk, Tengok Bocoran Kapan Suku Bunga Bakal Naik

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya