TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KSPI Soroti PP Turunan UU Cipta Kerja, 3 Pasal Ini Dinilai Merugikan

KSPI menilai hanya akan merugikan pekerja atau buruh.

Konpers KSPI Menolak Omnibus Law Cipta Kerja (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Jakarta, IDN Times - Satu turunan dari Undang Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai PP tersebut memiliki pasal-pasal bermasalah yang akan berdampak signifikan terhadap hajat hidup pekerja atau buruh.

Baca Juga: Kemnaker: UU Cipta Kerja Bisa Tingkatkan Produktivitas Tenaga Kerja 

1. Naiknya iuran BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Ketenagakerjaan (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Dalam Pasal 11 Ayat 5 PP Nomor 37 tahun 2021 tersebut dijelaskan bahwa sumber pendanaan JKP merupakan rekomposisi dari iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan program Jaminan Kematian (JKM).

Pasal tersebut memberikan rincian bahwa iuran JKK direkomposisi atau dinaikkan sebesar 0,14 persen dari upah selama satu bulan. Ini kemudian membuat iuran JKK tiap kelompok tingkat risiko pekerjaan mengalami penyesuaian.

Tingkat risiko sangat rendah dikenai sebesar 0,10 persen dari upah sebulan, kemudian untuk tingkat risiko rendah sebesar 0,40 persen dari upah sebulan.

Berikutnya tingkat risiko sedang sebanyak 0,75 persen, tingkat risiko tinggi sebesar 1,13 persen, dan tingkat risiko sangat tinggi pada angka 1,6 persen dari upah selama satu bulan.

Sementara untuk iuran JKM juga mengalami rekomposisi sebesar 0,10 persen sehingga iuran JKM menjadi 0,20 persen dari upah selama satu bulan. Hal ini yang kemudian disoroti oleh KSPI.

"Apa yang tercantum dalam pasal 11 ayat 55 PP tersebut akan berpotensi menyebabkan kenaikan iuran BPJS Ketenagakerjaan jika dana yang ada (untuk JKP) tidak mencukupi," ujar Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/2/2021).

2. Pilih kasih pemberian manfaat JKP

Pekerja tempat hiburan unjuk rasa di Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa (21/7/2020) (IDN Times/Aryodamar)

Kemudian pada Pasal 20 ayat 1 PP Nomor 37 tahun 2021 disebutkan jika manfaat JKP tidak bisa diberikan kepada para pekerja atau buruh yang berhenti bekerja dengan dalih mengundurkan diri.

"Manfaat JKP tidak diterima bagi pekerja yang mengundurkan diri, ini jelas tidak adil. Karena tidak semua alasan mengundurkan diri karena buruh sudah tidak mau bekerja," ucap Kahar.

Kemudian pada ayat 2 pasal tersebut dijelaskan bahwa para pekerja atau buruh dengan status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) bisa mendapatkan manfaat JKP jika PHK dilakukan sebelum masa berakhirnya PKWT tersebut.

KSPI lagi-lagi menganggap aturan ini tidak adil dan terkesan pilih kasih.

"Manfaat JKP bagi PKWT hanya diberikan apabila di PHK sebelum berakhirnya jangka waktu kontrak. Ini sangat tidak adil. Bagaimana dengan mereka yang kehilangan pekerjaan karena tidak diperpanjang kontraknya?" keluh Kahar.

Baca Juga: Tolak UU Cipta Kerja, KSPI Ancam Mogok Kerja Nasional Lagi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya