TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pajak Karbon Bisa Masuk APBN untuk Tambahan Penanganan Perubahan Iklim

Alokasi penanganan perubahan iklim di APBN hanya 4,1 persen

Ilustrasi Pajak Karbon (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan penerimaan negara yang berasal dari pajak karbon sangat mungkin masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk digunakan tambahan anggaran penanganan perubahan iklim.

Hal itu disampaikan Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu, Pande Putu Oka Kusumawardani dalam diskusi virtual bersama Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dengan tema 'Menimbang Untung Rugi Pajak Karbon dan Kesiapan Implementasinya,' Jumat (22/10/2021).

"Benar sekali bahwa peran pajak karbon memang menunjang APBN kita karena memang selama ini APBN kita sudah cukup menopang, artinya berkontribusi dalam upaya meningkatkan pencapaian target tersebut (penanganan perubahan iklim), tapi memang perlu dukungan ke depannya," tutur Oka.

 

Baca Juga: Menelaah Ketentuan Pajak Karbon dalam UU HPP yang Baru Disahkan

Baca Juga: Peraturan Pajak Karbon di UU HPP Dinilai Masih Belum Jelas

1. Alokasi APBN untuk perubahan iklim hanya 4,1 persen

IDN Times/Arief Rahmat

Dukungan itu memang sangat diperlukan mengingat alokasi APBN untuk perubahan iklim masih terlampai kecil, yakni hanya 4,1 persen.

"Sekitar 4,1 persen pengeluaran dari APBN selama 5 tahun terakhir kita alokasikan untuk membantu penanganan atau membantu mitigasi perubahan iklim," ucap Oka.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bahkan pernah mengeluhkan kecilnya angka tersebut dan menganggapnya masih belum cukup untuk berperan dalam menangani isu climate change atau perubahan iklim.

"Ini pasti tidak memadai, jumlahnya hanya Rp86,7 triliun per tahun," ujar Sri Mulyani Webinar Climate Change Challenge yang dilaksanakan oleh Universitas Indonesia, Jumat (11/6/2021).

2. Anggaran yang dibutuhkan lebih dari Rp200 triliun per tahun

Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sri Mulyani mengungkapkan jumlah Anggaran sebesar itu baru mampu digunakan untuk memenuhi Nationally Determined Contributions (NDCs) berdasarkan Paris Agreement sebesar 29 persen melalui usaha sendiri hingga 41 persen berkat dukungan pihak internasional.

"Berdasarkan report Second Biennial tahun 2018 lalu, untuk Indonesia memenuhi NDC 29 persen atau 41 persen dengan dukungan internasional dibutuhkan dana hingga 247,2 miliar dolar AS atau kalau dirupiahkan adalah Rp3.461 triliun hingga 2030. Ini artinya setiap tahun harus paling tidak resources sebesar Rp266,2 triliun," tutur dia.

Angka tersebut diakui wanita yang karib disapa Ani tersebut sangatlah besar dan bahkan lebih besar dari anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di sektor kesehatan yang hanya Rp172 triliun.

Baca Juga: Redam Emisi, Austria akan Terapkan Pajak Karbon

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya