TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Begini Awal Mula BNI Membongkar L/C Fiktif Senilai Rp1,7 Triliun

Ada tiga orang dalam BNI yang ikut terlibat pembobolan

Sigit Pramono dalam Ngobrol Seru by IDN Times pada Jumat (10/7/2020) dengan Tema "Melacak Pembobolan BNI Senilai Rp 1,7 Triliun" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Jakarta, IDN Times - Keberhasilan Menkum HAM Yasonna Laoly membawa pulang tersangka kasus pembobolan kas BNI, Maria Pauline Lumowa kembali mengingatkan publik mengenai perkara yang telah merugikan negara Rp1,7 triliun itu. Salah satu yang berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara adalah Adrian Herling Waworuntu. 

Pada persidangan pada tahun 2005 lalu, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis seumur hidup bagi Adrian. 

Meski kembali jadi sorotan, namun tak banyak millennial yang tahu tentang kasus tersebut. Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk periode 2003-2008, Sigit Pramono, menceritakan tentang kronologi pembobolan kas BNI tersebut. Sigit sendiri menjabat sebagai Dirut BNI enam bulan setelah kasus itu terkuak.

Lalu, bagaimana awal mula kasus itu terbongkar?

Baca Juga: Strategi BNI Cegah Kasus Pembobolan Maria Pauline Lumowa Terulang

1. Kasus pembobolan BNI adalah transaksi ekspor impor

Ngobrol Seru by IDN Times pada Jumat (10/7/2020) dengan Tema "Melacak Pembobolan BNI Senilai Rp 1,7 Triliun" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Sigit menjelaskan kasus pembobolan BNI ini berawal dari transaksi ekspor-impor. Pemilik PT Gramarindo Group, Maria Pauline, melakukan pencairan dana dari BNI lewat modus Letter of Credit (L/C) fiktif.

L/C adalah metode pembayaran internasional berupa komitmen membayar dari bank penerbit atas permintaan importir yang ditujukan kepada eksportir dengan menyatakan bank penerbit akan membayarkan uang setelah syarat-syarat dalam L/C dipenuhi.

"L/C ini, sebelum barang sampai ke importir, si pembuka L/C bisa menegosiasikan L/C-nya ke bank, ke BNI dan bisa dibayar lebih dulu sampai ketika barang itu naik ke kapal. Intinya dokumennya lengkap, kalau sudah lengkap dicek petugas bank bisa dibayarkan," tutur Sigit ketika berbicara dalam program "Ngobrol Seru" by IDN Times dengan topik "Melacak Pembobolan BNI Senilai Rp1,7 Triliun" pada Jumat, (10/7/2020).

2. BNI sempat curiga pada PT Gramarindo Mega Indonesia dan melakukan penyelidikan

Pelaku Lain Pembobolan Kas BNI (IDN Times/Arief Rahmat)

Sepanjang periode 2002-2003, BNI mencairkan pinjaman senilai US$ 136 juta atau setara Rp 1,7 triliun (kurs saat itu) kepada PT Gramarindo Mega Indonesia. Namun, pada Juni 2003, pihak BNI curiga terhadap transaksi keuangan PT Gramarindo Group.

Mereka pun mulai melakukan penyelidikan. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.

"Akhirnya divisi auditnya BNI turun tangan, kemudian diperiksa, dan terbongkarlah kasus ini. Ternyata tidak ada barang yang diekspor. Jadi L/C-nya fiktif. Yang mengeluarkan L/C-nya juga dari bank yang bukan koresponden. Bank biasanya hanya menerbitkan L/C dengan bank yang kita kenal, yang disebut bank koresponden," ujar Sigit.

Baca Juga: Maria Pauline Tertangkap, Eks Dirut BNI: Sulit Berharap Uang Kembali 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya