Pengusaha Protes soal Cuti Melahirkan 6 Bulan, Cuti Suami 40 Hari
Pengusaha protes RUU KIA
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang memprotes isi Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
Substansi yang ditolak pengusaha adalah cuti melahirkan selama 6 bulan dan cuti untuk suami yang mendampingi istri melahirkan selama 40 hari.
Pelaku usaha berharap pemerintah dan DPR melakukan kajian dan evaluasi mendalam dan komprehensif sebelum menetapkan UU tersebut. Sebab, itu menyangkut produktivitas tenaga kerja dan tingkat kemampuan dari masing-masing pengusaha.
"Psikologi pengusaha harus dijaga karena merekalah yang akan menjalankan kebijakan ini, sehingga memiliki kesiapan dan kemampuan jika RUU ini disahkan," kata Sarman, Kamis (23/6/2022).
Baca Juga: Poin Penting RUU KIA: Bahas Cuti Melahirkan 6 Bulan dan Tetap Digaji
1. Pengusaha tak mau tingkat produktivitas pekerja semakin menurun
Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, lanjut Sarman, sudah diatur hak cuti hamil selama 3 bulan, dan sudah berjalan hampir 19 tahun para pelaku usaha menjalankan aturan tersebut dengan konsisten.
Wacana cuti hamil selama 6 bulan dan cuti suami 40 hari, menurutnya harus mempertimbangkan dari berbagai aspek mulai tingkat produktivitas, kemampuan pelaku usaha, dan dampak terhadap pelaku UMKM.
Jadi, perlu suatu kajian yang mendalam, misalnya apakah cuti hamil harus 6 bulan atau cukup 4 bulan, kemudian apakah cuti suami 40 hari juga menjadi keharusan.
"Jangan sampai nanti pengusaha menyiasati pekerjanya menjadi pekerja kontrak karena harus mengeluarkan biaya operasional dalam bentuk gaji selama enam bulan terhadap pekerja yang mendapatkan cuti hamil. Jangan sampai kebijakan ini akan semakin menurunkan peringkat produktivitas tenaga kerja kita yang jauh tertinggal," ujarnya.
Dia memaparkan data dari Asian Productivity Organization (APO) yang dikeluarkan pada tahun 2020, menunjukkan posisi produktivitas per pekerja Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia.
Posisi Indonesia berada dibawah rata-rata tingkat produktivitas tenaga kerja 6 negara Asean, bahkan peringkat dunia. Indonesia berada diurutan 107 dari 185 Negara.
Baca Juga: Di RUU KIA, Suami Boleh Cuti Dampingi Istri Melahirkan 40 Hari