TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belum Dibayar Pemerintah, Pengusaha Ancam Hentikan Pengadaan Migor

Peraturan Mendag berganti tapi tagihan belum dibayarkan

IDN Times / Auriga Agustina

Jakarta, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan utang pemerintah untuk untuk pembayaran selisih harga minyak goreng atau rafaksi dalam program minyak goreng satu harga pada 2022, belum dibayar hingga saat ini. Alhasil, Aprindo pun mengancam akan menyetop menujual minyak goreng di seluruh ritel anggotanya.

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan total utang yang harus dibayar pemerintah ke pengusaha sebesar Rp344 miliar. Rafaksi itu seharusnya dibayar 17 hari setelah program itu dilakukan. Namun, sudah setahun berlalu tetapi rafaksi tak kunjung dibayarkan.

Ia menjelaskan bahwa Aprindo telah menempuh berbagai upaya agar rafaksi dapat dibayarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pihaknya mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kepastian pembayaran rafaksi minyak goreng satu harga periode 19-31 Januari 2022 lalu segera diselesaikan. 

"(Mempertimbangkan opsi) menghentikan pembelian/pengadaan minyak goreng dari produsen/pemasok migor, dalam waktu dekat,” kata dia yang dikutip Sabtu (15/4/2023).

Baca Juga: Perusahaan Migor Buka-bukaan Luas Lahan Sawit yang Mereka Kuasai

Baca Juga: Dirjen Kemendag Tersangka Kasus Minyak Goreng, Jokowi: Usut Tuntas

1. Permendag berganti, rafaksi harus tetap dilunasi pemerintah

Ilustrasi warga menggoreng keripik pisang menggunakan minyak goreng merek Minyakita di Dusun Plumpung, Desa Galengdowo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (15/2/2023). (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Dia menjelaskan program minyak satu harga sendiri dilakukan dalam rangka kepatuhan kalangan usaha pada Permendag nomor 3 tahun 2022. Saat itu, semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp14 ribu per liter, sementara itu harga minyak goreng yang dipasaran berkisar Rp17 ribu hingga Rp20 ribu per liter.

Dengan demikian, selisih harga atau rafaksi jika mengacu dalam Permendag 3 itu yang seharusnya dibayarkan oleh pemerintah. Namun alih-alih utang dibayarkan, justru pemerintah menggantikan Permendag 3 dengan Permendag 6/2022.

Munculnya beleid 6/2023 akhirnya membatalkan aturan lama mengenai pembayaran selisih harga yang harusnya ditanggung pemerintah. Alhasil hingga saat ini, pengusaha belum menerima pembayaran atas selisih harga sebelumnya.

"Permendag 6 muncul jadinya Permendag 3 jadi tak berlaku lagi, tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari sudah kita penuhi semuanya, tapi belum juga dibayar," ujarnya.

Baca Juga: Minyak Goreng Satu Harga Mulai Dijual di Pasar DKI Pekan Depan

2. Pembayaran selisih harga dari kas swasta

(IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanut, Roy menjelaskan bahwa rafaksi itu dibayarkan oleh produsen minyak goreng berdasar pembayaran dari BPDPKS yang sumber dananya bukan dari alokasi APBN, melainkan bersumber dari pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang disetorkan pelaku usaha CPO kepada BPDPKS.

"Jadi itu menggunakan uang swasta bukan dari APBN, jadi kita minta untuk fair saat kita patuhi aturan tetapi enggak tahu kapan dibayar dan diselesaikan. Prosesnya pun enggak pernah diberitahu," tegasnya.

Roy mengatakan dalam kurun waktu lebih dari satu tahun terakhir ini, Aprindo sudah melakukan audiensi secara formal maupun informal kepada Kementerian Perdagangan, BPDKS (Badan Penyelenggara Dana Perkebunan Kelapa Sawit), Kantor Sekretariat Presiden hingga ke DPR, tetapi rafaksi masih belum dibayarkan.

“Kami sangat berharap Bapak Presiden Joko Widodo dapat memberikan atensi bagi proses penyelesaian dan kepastian pembayaran rafaksi minyak goreng ini mengingat besarnya jumlah rafaksi yang sangat berarti bagi peritel anggota Aprindo, di tengah-tengah bisnis ritel yang saat ini masih belum pulih seluruhnya seperti sebelum pandemi," ujar Roy.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya