TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menanti Respons Kebijakan BI Usai The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan

Kesembilan kalinya The Fed naikkan suku bunga acuan

Chairman Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Rabu (21/9/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) untuk kelima kalinya tahun ini. (dok. YouTube Washington Post)

Jakarta, IDN Times - Bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve (the Fed), menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen menjadi di kisaran 4,75-5 persen pada Rabu (22/3/2023). Suku bunga ini merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2017.

Keputusan ini merupakan yang kesembilan kalinya, The Fed menaikkan suku bunga sejak Maret 2022. Kenaikan ini berlangsung ketika AS tengah berjuang melawan inflasi dan krisis di industri perbankan.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri, Shinta W. Kamdani mengatakan agresivitas kebijakan moneter The Fed masih akan terjadi hingga laju inflasi di negeri Paman Sam melandai. Namun terdapat konsekuensi terhadap suku bunga acuan nasional yang perlu dicermati kedepannya.

Lantaran hingga Februari lalu, indeks harga konsumen (IHK) AS naik 6 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), meski inflasi AS ini lebih rendah dibandingkan inflasi Januari 2023 yang mencapai 6,4 persen yoy.

"Kita perlu perhatikan reaksi pasar dengan parameter nilai tukar. Kalau nilai tukar bisa dijaga stabilitasnya pasca-kenaikan suku bunga the Fed ini," tuturnya kepada IDN Times, Jumat (24/3/2023).

Baca Juga: The Fed Masih Belum Mau Turunkan Suku Bunga, Sinyal Hawkish Menyala!

1. Kadin sebut tak ada urgensi BI naikkan suku bunga acuan

Shinta W. Kamdani, CEO Sintesa Group dalam acara Fortune Indonesia Summit 2022 pada Kamis (19/5/2022). (IDN Times/Herka Yanis)

Lebih lanjut, Shinta menilai bahwa Bank Indonesia tidak memiliki kegentingan atau urgensi untuk mengikuti arah The Fed yang menaikkan suku bunga acuan. Lantaran suku bunga acuan saat ini di level 5,75 persen dinilainya cukup memadai.

Terlebih berbagai faktor kondisi domestik terus membaik, mulai dari kinerja ekonomi yang terus menguat yang tercermin dari berbagai indikator diantaranya penjualan eceran, indeks keyakinan konsumen hingga mobilitas masyarakat yang meningkat.

Tak hanya itu, laju inflasi domestik terpantau terkendali, karena pada Februari tercatat inflasi 0,16 persen (month to month) , sedangkan inflasi tahunan menjadi 5,47 persen (yoy).

"Saya rasa kita tidak punya kepentingan maupun urgensi untuk (BI) ikut menaikkan juga suku bunga acuan, khususnya apabila inflasi domestik kita sendiri bisa dibuat downtrending atau turun dalam waktu dekat," tegasnya.

Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga The Fed Bakal Tahan Aliran Capital Inflow

2. Kenaikan suku bunga The Fed berdampak ke inflow

ilustrasi aliran dana (IDN Times/Aditya Pratama)

Ia menjelaskan bahwa kebijakan The Fed yang kembali menaikkan suku bunga acuan akan memberikan dampak pada aliran modal asing (net inflow) di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Adapun langkah The Fed menaikkan suku bunga cukup mengejutkan di tengah risiko krisis perbankan di Amerika Serikat (AS). Hal ini berarti The Fed masih akan melakukan pengetatan moneter untuk mengendalikan inflasi.

"Kebijakan the Fed pada prinsipnya akan semakin mempersulit arus investasi dari AS. Ini bukan hanya ke Indonesia tetapi juga ke seluruh dunia," ucapnya.

3. Komisi XI sebut suku bunga acuan BI kompetitif

Puteri Komarudin dalam Sesi "Women's Voice in Politics and Decision Making" IMGS 2022 pada Jumat (30/9/2022). (IDN Times/Tata Firza & Reynaldy)

Lebih lanjut, Anggota Komisi XI Puteri Komarudin mengatakan suku bunga acuan BI saat ini disertai yield Surat Berharga Negara (SBN) yang masih kompetitif ini diharapkan juga terus menjaga tren aliran masuk (inflows) modal asing.

Pasalnya, tercatat aliran masuk sebesar 3,0 miliar dolar AS sejak awal tahun hingga 14 Maret 2023, meskipun juga terjadi aliran keluar seiring meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.

"Kami terus dorong BI untuk melanjutkan twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek. Supaya mampu meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN, terutama bagi masuknya investor portofolio asing yang sekaligus dapat memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah," kata dia.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, nilai kepemilikan SBN oleh investor asing atau non-resident masih tercatat tinggi.

Sejak 1 Maret 2023 hingga 17 Maret 2023, kepemilikan asing di pasar SBN bertambah dari hanya Rp796,16 triliun pada awal Maret menjadi Rp 805,78 triliun. Nilai tersebut cukup signifikan bertambah dalam kurun waktu sepekan.

Baca Juga: DPR Sebut Suku Bunga Acuan BI Memadai Jangkar Inflasi, Ini Alasannya

4. BI Rate masih memadai jaga inflasi

Ilustrasi Inflasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, komisi XI menegaskan suku bunga acuan saat ini dilevel 5,75 persen masih cukup memadai untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) ke depan.

"Saya rasa BI akan tetap mempertahankan pada level 5,75 persen. Ini seiring inflasi inti yang terus melambat menjadi 3,09 persen per Februari 2023,"ucapnya.

Baca Juga: Stress Test BI, Bank Nasional Tahan dari Kejatuhan 3 Bank di AS

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya