TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Praktik Kerja Paksa, AS Larang Produk Sawit Malaysia

FGV Holdings kerahkan pekerja anak

Ilustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat melarang impor minyak sawit dari perusahaan Malaysia FGV Holdings menyusul penyelidikan atas tuduhan menggunakan kerja paksa. Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS menemukan bahwa selain praktik kerja paksa, perusahaan juga mengerahkan pekerja anak dan membiarkan terjadinya pelecehan seksual.

Laman Al Jazeera memuat FGV, salah satu produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia, dan beberapa pemasok minyak lainnya yang digunakan untuk kebutuhan makanan dan kosmetik hingga biodiesel, telah lama menghadapi tuduhan dari kelompok hak asasi atas pelanggaran hak asasi manusia dan ketenagakerjaan

Baca Juga: Nasib Minyak Sawit di Tengah Pandemik Virus Corona

1. FGV memasok ke sejumlah perusahaan konsumer ternama di AS dan Eropa

Pabrik pengolahan minyak sawit, IDN Times / Dok

FGV Holdings memiliki sejumlah pelanggan besar di AS, termasuk Procter & Gamble. Sejumlah perusahaan di Eropa juga mendapatkan pasokannya, termasuk Nestle, L’Oreal dan Unilever. Reuters melaporkan bahwa beberapa lembaga keuangan di AS dan Eropa menjadi pemilik saham perusahaan yang juga berbisnis di bidang perkebunan dan logistik itu.

Menurut data dari Eikon, perusahaan analis keuangan di AS, para pemegang saham FGV Holdings termasuk Vanguard Group, BlackRock, Charles Schwab, State Street Global Advisors, HSBC sampai Lembaga Dlenleana Pensiun California.

Kantor berita Associate Press menyebutkan bahwa lembaga-lembaga di atas adalah lembaga kelas dunia dengan investasi triliunan dolar AS di berbagai negara. Sanksi dari Badan Keamanan Perbatasan dan Cukai AS mencakup larangan membongkar komoditas ekspor FGV Holdings dan produk yang menggunakan bahan baku dari perusahaan ini.

Larangan berlaku untuk minyak sawit dan produk turunannya yang dihasilkan oleh perusahaan. FGV Holdings diketahui memiliki kebun di Kalimantan Tengah dan Kalimatan Barat.

2. Praktik kerja paksa di FGV Holdings ditelisik sejak tahun 2019

Ilustrasi Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)

Brenda Smith, asisten komisaris kantor perdagangan AS, mengatakan bahwa sanksi berlaku sejak diumumkan pada hari Rabu (30/9/2020), atau Kamis pagi WIB (1/10/2020).
Pihak AS menelisik praktik-praktik yang dilakukan FGV Holdings sejak tahun 2019.

“Perlakuan kerja paksa dalam produksi aneka ragam produk membuat perusahaan mendapat untung dari perlakukan sewenang-wenang terhadap pekerja yang lemah posisinya,” kata Smith.

Situasi itu membuka kompetisi yang tidak adil untuk produk yang sumbernya jelas dan menunjukkan kegagalan memenuhi etika,” lanjut Smith.

Badan AS tersebut mengatakan hasil dari penyelidikan selama setahun mengungkapkan tanda-tanda kerja paksa seperti pelecehan terhadap mereka yang rentan, penipuan, kekerasan fisik dan seksual, intimidasi dan ancaman, serta penyimpanan dokumen identitas.

Menanggapi hal tersebut, FGV mengatakan, "mereka berkomitmen penuh untuk menghormati hak asasi manusia dan menegakkan standar ketenagakerjaan".
Investigasi tersebut juga menimbulkan kekhawatiran bahwa pekerja paksa anak berpotensi digunakan dalam proses produksi FGV, kata CBP dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa larangan tersebut akan segera berlaku.

3. FGV Holdings juga dijatuhi sanksi oleh RSPO, karena praktik kerja paksa

Ilustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)

Pada bulan Januari 2020, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menguatkan sanksi yang pernah dikenakan terhadap FGV Holdings pada tahun 2018. Alasan yang dikemukakan lembaga pemangku kepentingan di bidang sawit berkelanjutan itu sama, yaitu praktik kerja paksa dalam proses produksinya.

RSPO menilai FGV Holdings melakukan praktik tidak patut kepada pekerja migran. Pihak AS menilai perusahaan mempekerjakan buruh usia anak di unit-unit usahanya. Praktik ini melanggar standar yang ditetapkan ILO, organisasi buruh internasional.

Dalam penyelidikan yang dilakukan pihak independen sebelumnya, ditemukan ada warga etnis minoritas muslim Rohingya yang diselundupkan ke Malaysia, dan dipaksa bekerja di kebun dan perusahaan milik FGV Holdings.

“Saya tidak bisa lebih spesifik pada saat ini, tetapi saya menyarankan agar importir AS yang berbisnis dengan produsen minyak sawit melihat rantai pasokan mereka dan mengajukan banyak pertanyaan seputar praktik ketenagakerjaan,” kata Smith.

Baca Juga: Mencontoh Brazil, Jokowi Ingin Sukses Kembangkan Biodiesel Sawit 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya