TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

APBN Juni Surplus, Sri Mulyani: Kita Tidak Jemawa 

APBN mengalami surplus 6 bulan berturut-turut

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam acara Dies Natalis ke-7 PKN STAN, Jumat (29/7/2022). (dok. YouTube PKN STAN)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku tak merasa jemawa meski APBN di bulan Juni 2022 mengalami surplus, di saat perekonomian negara lain melemah.

Sebab, di tengah guncangan global, ada banyak hal yang bisa mengancam perekonomian Indonesia.

"Maka meskipun hari ini, kemarin sore kami di Kementerian Keuangan menyampaikan APBN hingga Juni kita surplus, kita tidak jemawa. Kita tahu situasi masih akan sangat cair dan dinamis," kata Sri Mulyani dalam acara Dies Natalis ke-7 PKN STAN, Jumat (29/7/2022).

Baca Juga: Top Banget! APBN Surplus 6 Bulan Berturut-turut

Baca Juga: RI Tembus Ekspor Baja ke Selandia Baru, Zulhas: Standarnya Ketat!

1. Kinerja ekspor Indonesia bisa terancam dengan perlemahan ekonomi di negara lain

Ilustrasi perdagangan ekspor. IDN Times/Istimewa

Sri Mulyani menyoroti perekonomian di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China yang melemah. Bahkan, menurutnya AS secara teknis sudah mengalami resesi akibat perekonomiannya mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut di tahun ini.

Dia mengatakan, kondisi itu bisa mengancam kinerja ekspor Indonesia, karena bisa membuat permintaan menurun.

"Amerika, RRT, Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi kalau mereka melemah, permintaan terhadap ekspor turun, harga komoditas juga turun," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Neraca Perdagangan RI Surplus Lagi, tapi Migas Masih Defisit

2. Nilai tukar rupiah bisa tertekan jika modal-modal asing kabur dari RI

Ilustrasi rupiah (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Adapun perlemahan ekonomi berbagai negara disebabkan oleh inflasi yang melonjak, dan diiringi kenaikan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh sejumlah bank sentral negara lain, seperti Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed).

Ketika sku bunga acuan naik, maka modal asing akan keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi itu bisa menekan nilai tukar rupiah.

"Berbagai kemungkinan terjadi dengan kenaikan suku bunga, capital outflow terjadi di seluruh negara berkembang dan emerging, termasuk Indonesia. Dan itu bisa mempengaruhi nilai tukar, suku bunga, dan bahkan inflasi di Indonesia," ucap Sri Mulyani.

Oleh sebab itu, sebagai bendahara negara, pihaknya akan terus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan, serta terus mewaspadai perkembangan dunia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya