TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

LCA, Jurus Pemerintah biar Produk Tambang RI Tetap Dilirik Dunia

Penerapan LCA adalah kunci untuk mendapat investasi hijau

Ilustrasi galian tambang batu bara ilegal di Waduk Samboja, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. IDN Times/Surya Aditya

Jakarta, IDN Times - Pemerintah mendorong perusahaan-perusahaan di sektor pertambangan Indonesia untuk menerapkan prinsip berkelanjutan. Beriringan dengan itu, pemerintah juga mendorong perusahaan menerapkan Penilaian Daur Hidup atau Life Cycle Assessment (LCA).

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto mengatakan, setiap orang yang berkecimpung di dunia pertambangan harus memahami metode LCA. Dengan cara itu, menurutnya produk pertambangan Indonesia akan terus eksis di dunia, karena memperhatikan prinsip keberlanjutan.

"Perlu adanya standard dan sistem penilaian keberlanjutan yang diakui secara global sehingga produk pertambangan Indonesia dapat diakui sebagai produk yang bertanggung jawab dan berdaya saing di pasar global," kata Seto dalam diskusi bertajuk The Advantage of Implementing Life Cycle Assessment in Mining Industry yang digelar di Ayana Midplaza, Jakarta, Senin, (26/9/2022).

Baca Juga: Perusahaan Tambang KPUC Cemari Lingkungan, Izinnya Dicabut?

Baca Juga: Mardani Maming Diduga Kondisikan Izin Usaha Tambang saat Jadi Bupati

1. LCA jadi kunci untuk memperoleh investasi hijau

Tambang Terbuka Grasberg, Freeport Indonesia, Tembagapura. (IDN Times/Uni Lubis)

Menurut Seto, perusahaan-perusahaan tambang yang menerapkan LCA dalam penilaian kegiatan produksinya, maka akan lebih besar peluangnya untuk memperoleh investasi hijau.

"Pemerintah sangat mendorong penerapan standard keberlanjutan oleh perusahaan pertambangan. Selain kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, penerapan LCA dapat menjadi kunci investasi hijau," tutur Seto.

2. RI harus kurangi sumbangan emisi gas rumah kaca

ilustrasi polusi udara pekat (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Adapun berbagai hal di atas dilakukan demi mengejar komitmen Indonesia dalam Paris Agreement. Dalam perjanjian itu, Indonesia harus mengurangi 29 persen emisi CO2 dengan upaya sendiri, dan mengurangi 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Adapun Paris Agreement ditujukan kepada negara-negara dengan penyumbang emisi gas rumah kaca, termasuk Indonesia. Emisi di Indonesia telah meningkat secara signifikan sejak 1990, mencapai tinggi 581 MtCO2 pada tahun 2019. Sektor industri memberikan kontribusi terbesar (37 persen), diikuti oleh transportasi (27 persen), dan pembangkit listrik dan panas (27 persen).

"Sebagaimana diuraikan dalam Paris Agreement, kami telah berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca kami sebesar 29 persen sendiri atau 41 persen dengan internasional pendampingan," tutur Seto.

Baca Juga: Cara MIND ID Tarik Minat Investor untuk Genjot Hilirisasi Tambang

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya