TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemerintah Bantah Isu Garuda Bakal Dipailitkan meski Tempuh PKPU

Tapi risiko Garuda Indonesia pailit tetap ada

IDN Times/Helmi Shemi

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo membantah isu Garuda Indonesia akan dipailitkan. Menurut Tiko, saat ini pemerintah dan Garuda memang menempuh jalur hukum (in-court) untuk memperoleh perjanjian homologasi atau perdamaian.

Dengan menempuh jalur hukum untuk mendapatkan homologasi, maka Garuda Indonesia harus mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

"Seandainya in-court proses memang melalui PKPU. Nah kami tekankan di sini. Seminggu-dua minggu lalu ada persepsi yang salah di publik, bahwa kalau kita masuk PKPU, kita akan mengajukan proposal perdamaian sebagai pemegang saham dan sebagai perusahaan," kata pria yang akrab disapa Tiko tersebut dalam rapat kerja virtual dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).

Baca Juga: Terlilit Utang, Garuda Secara Teknis Sudah Bangkrut!

Baca Juga: Garuda Kritis, Misbakhun Desak Pemerintah Ubah Model Bisnis

1. Homologasi dinilai lebih cepat selamatkan Garuda

Livery masker pesawat Garuda Indonesia (Dok.Garuda Indonesia)

Tiko mengatakan apabila pemerintah dan Garuda sukses mendapat homologasi, maka hasilnya akan mengikat seluruh lessor atau kreditur secara hukum.

Hal ini dia katakan lebih cepat untuk menyelamatkan Garuda dari jurang kebangkrutan. Sebab, jika melakukan negosiasi untuk restrukturisasi utang satu-per-satu dengan kreditur Garuda, maka prosesnya akan memakan waktu lebih dari dua tahun.

"Jadi memang ini situasinya pelik secara legal. Karena masalahnya time contraint yang harus kita percepat. Tidak mungkin kita one on one dengan 60 kreditur, bisa 2 tahun gak selesai," ujar Tiko.

2. Proses perdamaian lewat jalur hukum bakal pelik

Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia. (Dok. Garuda Indonesia)

Meski dinilai bisa mempercepat penyelamatan Garuda, namun proses pengajuan homologasi melalui jalur hukum itu memang pelik. Sebab, seluruh lessor di luar negeri juga harus masuk ke PKPU Indonesia, dan harus tunduk pada yurisdiksi di Indonesia.

Belum selesai sampai di situ, Garuda juga harus mendaftarkan hasil PKPU di Indonesia ke Pengadilan Arbitrase di London, Inggris. Seluruh lessor Garuda juga harus menemui kesepakatan untuk mendapatkan homologasi. Oleh sebab itu, proses yang ditempuh ini memang tetap memberi risiko kepailitan.

Apalagi, pemerintah melalui BUMN dan Himbara hanya memiliki hak voting homologasi sebesar 25 persen.

"Solusi in court tujuannya apa untuk homologasi, mencari perdamaian. Walaupun memang ada di situ risiko. Kalau pada waktu voting gak setuju, majority-nya bisa menuju ke pailit," ucap Tiko.

Baca Juga: Sekarga Datangi KPK, Minta Usut Dugaan Korupsi di Garuda Indonesia

3. Risiko pailit tetap ada

Livery masker pesawat Garuda Indonesia (Dok.Garuda Indonesia)

Di sisi lain, Tiko mengaku dirinya tak bisa menjamin bahwa proses PKPU akan berujung pada homologasi, sehingga tidak pailit. Menurut dia, tetap ada potensi homologasi tidak tercapai, dan Garuda harus pailit.

"Apakah kita percaya diri bahwa ini akan berhasil? Mungkin ya 70:30. Gak mungkin juga dijamin berhasil, karena ini kan faktornya lebar sekali. Kami bandingkan dengan restrukturisasi Krakatau Steel, PTPN, Waskita yang krediturnya dalam negeri, dan 90 persen kita kenal orangnya. Nah ini beda sekali karena 80 persen krediturnya bukan kreditur yang kita kenal, dan itu di luar negeri. Jadi dinamika negosiasinya sangat berbeda sekali," tutur dia.

Meski begitu, dia memastikan pemerintah berupaya keras mendapatkan homologasi.

"Tapi kami tekankan bahwa pemerintah ingin mencari solusi, restrukturisasi, dan memang solusi yang bisa efektif menggunakan proses in-court untuk mendapatkan homologasi," kata dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya