Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
HYP02771.JPG
Handaka Santosa, CEO SOGO Indonesia/Ketua Umum Apregindo (kemeja biru) dalam IDN Times Leadership Forum (IDN Times/Herka Yanis)

Intinya sih...

  • Tarif Trump berdampak pada industri ritel Indonesia, mengancam pertumbuhan ekonomi.

  • Penurunan pesanan dari AS dapat menekan produksi dalam negeri dan penghasilan perusahaan.

  • Pemerintah disarankan untuk mendorong belanja orang kaya di dalam negeri dan menyediakan barang-barang favorit mereka.

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo), Handaka Santosa menyatakan, dampak tidak langsung tarif resiprokal 32 persen yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump ke Indonesia akan sangat mengkhawatirkan bagi industri ritel dalam negeri.

Dalam setiap efek negatif terhadap bisnis ritel Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sangat terpengaruh. Hal itu lantaran data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, konsumsi rumah tangga (ritel) masih jadi sumber pertumbuhan tertinggi untuk pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025, yakni sebesar 2,61 persen.

"Walaupun tidak ada dampak yang terkait langsung dari tarif 32 persen Trump terhadap dunia ritel, tetapi dampak secara tidak langsung terhadap dunia ritel akan sangat mengkhawatirkan. Pesanan dari Amerika untuk produk Indonesia tentu ada penurunan apabila tarif benar menjadi 32 persen. Ekspor pakaian jadi, sepatu, furnitur dan lain-lain akan terpangkas apabila pesanan dialihkan ke negara yang tarifnya lebih rendah seperti Vietnam," tutur Handaka kepada IDN Times, Minggu (13/7/2025).

1. Efek domino yang bisa terjadi akibat tarif Trump

ilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

CEO SOGO Indonesia itu kemudian menjelaskan adanya efek domino yang bisa muncul akibat menurunnya permintaan pesanan dari Negeri Paman Sam.

Penurunan itu akan membuat tingkat produksi di dalam negeri tertekan dan menurun. Jika itu terjadi maka timbul efek berikutnya yang memengaruhi pendapatan pabrik atau perusahaan yang berujung pada efisiensi karyawan.

"Secara keseluruhan akan menurunkan spending power atau daya beli masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah harus kreatif untuk bisa menghasilkan konsumsi rumah tangga yang terjaga stabil dan tinggi di dalam negeri," ujar Handaka.

2. Pemerintah mesti buat orang kaya belanja di dalam negeri

Ilustrasi orang kaya (freepik.com)

Adapun cara kreatif yang disampaikan Handaka bisa dilakukan pemerintah adalah dengan "memaksa" orang-orang kaya Indonesia belanja di dalam negeri.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto pada awal tahun ini sempat mengatakan, 10 juta orang kaya Indonesia belanja di luar negeri dan membuat uang sebesar Rp324 triliun justru tidak berputar di Tanah Air.

"Salah satu sumber yang dapat dengan mudah diperoleh dan diperhatikan adalah agar orang kaya berbelanja di Indonesia. Bayangkan kalau mereka (10 juta orang kaya) berbelanja di Indonesia maka income negara PPN ritel-nya saja sudah 11 persen atau sekitar Rp35 triliun," tutur Handaka.

3. Pemerintah perlu menyediakan barang-barang favorit orang kaya di dalam negeri

ilustrasi louis vuitton (unsplash.com/cody gallo)

Pria yang juga Direktur PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) itu pun menyarankan agar pemerintah bisa menyediakan barang-barang atau kebutuhan orang-orang kaya RI di dalam negeri. Dengan begitu, orang-orang kaya Indonesia tidak usah lagi berbelanja ke luar negeri.

"Kalau barang-barang konsumsi orang kaya ini diimpor, negara akan dapat income dari Bea Masuk, PPN Impor, PPh Impor, dan Biaya Surveyor, daripada mereka belanja ke luar negeri atau juga para konsumen membeli dari jastip," ujar dia.

Editorial Team