BI Prediksi Defisit Transaksi Berjalan di Bawah 1,5 Persen PDB
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada triwulan I tahun 2020 di bawah 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini ialah prediksi CAD dalam kondisi yang dipengaruhi wabah COVID-19.
“Ini jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 2,5-3 persen PDB,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Jumat (17/4).
1. Penyebab utama terjadi penurunan impor
Dia mengatakan ada tiga faktor yang membuat defisit transaksi berjalan lebih rendah pada kuartal I/2020. Pertama, kinerja neraca dagang terdampak di tengah pandemi virus corona karena permintaan dan harga komoditas menurun, serta terganggunya rantai pasok perdagangan dunia.
"Ekspor kenaikannya tidak setinggi yang diperkirakan, tetapi penurunan impor lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas produksi dalam negeri menurun selama periode COVID," katanya.
Baca Juga: Imbas Virus Corona, Impor dari Tiongkok Berkurang Signifikan
2. Terjadi penurunan defisit neraca jasa
Editor’s picks
Faktor selanjutnya, kata Perry, defisit neraca jasa untuk biaya angkut transportasi impor mengalami penurunan, sejalan dengan penurunan kegiatan impor.
"Sekitar 8 persen dari nilai impor itu dipergunakan untuk freight dan issurance secara keseluruhan di Januari, Februari, Maret atau di kuartal I. Dengan Impor turun tajam, sehingga kebutuhan devisa membayar transportasi dan asuransi impor juga menurun," ujarnya.
3. Devisa sektor pariwisata diprediksi menurun
Ketiga, BI melihat penurunan devisa dari sektor pariwisata akan lebih rendah dari perkiraaan semula. "Estimasi kami triwulan I/2020, waktu itu lebih banyak menghitung penurunan devisa inflow turis," kata Perry.
Selain itu, dia mengatakan wisatawan dalam negeri yang ingin bepergian ke luar negeri juga berkurang karena adanya pembatasan global. Kegiatan umrah dan pemberangkatan luar negeri warga negara Indonesia ikut turun drastis.
"Hal itu akan mempengaruhi devisa pariwisata dari turis yang akan datang ke Indonesia," ujarnya.
Baca Juga: Devisa dari Sektor Pariwisata Bisa Hilang Rp150 T akibat COVID-19