Stafsus Kementerian Keuangan Bocorkan Alasan Iuran BPJS Dinaikkan 

Hal itu diatur dalam Perpres No 64 tahun 2020

Jakarta, IDN Times - Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan beberapa pertimbangan yang menyebabkan pemerintah harus menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Menurutnya perpres ini telah disusun cukup lama yang bertujuan ingin memperbaiki ekosistem agar pelayanan selama pandemi juga lebih baik.

"Kita kembali ke isu tarif yang naik. Kita cermati skema iuran menurut Perpres 64/2020 ini. Ada pengelompokan yang lebih baik, skema iuran yang lebih baik, dan yang jelas perbaikan kepesertaan dan watak gotong royong agar lebih adil," ujarnya melalui akun Twitternya yang dikutip, Senin (18/5).

1. Membangun sistem yang kompleks dengan jenis kepesertaan yang beragam

Stafsus Kementerian Keuangan Bocorkan Alasan Iuran BPJS Dinaikkan Ilustrasi BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Menurutnya, saat ini Indonesia sedang belajar membangun sistem yang kompleks dalam mewujudkan jaminan kesehatan semesta (Universal Health Coverage). Ada bermacam jenis kepesertaan dalam BPJS Kesehatan dan tidak semua peserta menanggung sendiri iurannya.

Berdasarkan data profil kepesertaan BPJS Kesehatan yang dia paparkan. Per 30 April 2020, total peserta 222,9 juta orang. Rinciannya, peserta berstatus Penerima Bantuan Iuran (PBI) 96,5 juta Bukan Penerima Bantuan Iuran (BPBI) 90 juta, sedangkan penduduk didaftarkan pemda 36 juta.

"Banyak ya? Lha memang iya," tegasnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan untuk PBI yang sebanyak 96,5 juta orang, iurannya dibayar oleh pemerintah, dan tidak berubah sampai saat ini. Sementara peserta kelompok Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja atau PBPU/BP sekitar 35 juta orang.

Adapun untuk BPBI yang sebanyak 90 juta, terdiri dari penyelenggara negara 17,7 juta, BUMN 1,5 juta, Swasta 35,6 juta. "Dua kelompok terakhir inilah yang membayar sendiri," tegasnya.

Baca Juga: Menkeu Soal Kenaikan Iuran BPJS: Kalau Gak Kuat Turun Saja ke Kelas 3

2. PBPU/BU penyumbang defisit terbesar dan butuh "napas buatan" dari kenaikan tarif

Stafsus Kementerian Keuangan Bocorkan Alasan Iuran BPJS Dinaikkan Kebijakan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Sementara, berdasarkan kinerja keuangan BPJS, untuk PBI (orang miskin dan tak mampu) surplus Rp 11,1 triliun, ASN/TNI/Polri surplus Rp 1,3 triliun, dan pekerja formal swasta surplus Rp 12,1 triliun. Sedangkan untuk pekerja informal, BPJS Kesehatan masih mencatat defisit Rp 20,9 triliun, dan dari peserta bukan pekerja masih defisit sebesar Rp 6,5 triliun.

Penyumbang terbesar defisit jelas peserta PBPU/BP jumlahnya sekitar 35 juta orang, dengan segmentasi terbesar di Kelas III sebanyak 21,6 juta. Total iuran Rp12,4 triliun, klaim Rp39,8 triliun alias defisit Rp27,4 triliun.

"Secara agak kasar, akumulasi defisit BPJS Kesehatan 2019 sebesar Rp 15,6 triliun. Pertanyaan lanjutan: apakah dengan kondisi seperti ini BPJS Kesehatan bisa sustain? Kalau tidak bisa, terus bagaimana jaminan kesehatan semesta, khususnya buat orang miskin dan tak mampu," ucapnya.

"Perbaikan manajemen dan sistem satu hal, napas buatan biar tetap hidup hal lain. Keduanya musti dikerjakan barengan. Dan ini konteks yang perlu kita pahami," ujarnya.

Menurutnya, hal itu pula yang juga menyebabkan kenapa Perpres 75/2019 yang mengatur kenaikan iuran terbit. "Agar kesinambungan pelayanan kesehatan tetap terjaga."

3. Yustinus menilai kebijakan MA yang membatalkan perpres kenaikan iuran sangat bijak

Stafsus Kementerian Keuangan Bocorkan Alasan Iuran BPJS Dinaikkan Gedung Kementerian Keuangan (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Sebelumnya pada 9 Maret, Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang telah berlaku sejak 1 Januari, melalui judicial review atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019. Lembaga peradilan tertinggi itu mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir.

Yustinus mengatakan, putusan MA beberapa waktu lalu sejatinya sangat bijak. Dalam pertimbangannya, MA memberi pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis. Intinya perlu perbaikan holistik, hulu ke hilir, mencakup sistem, manajemen, pelayanan.

Itulah alasan pemerintah tak buru-buru merevisi Perpres 82 Tahun 2018, tetapi memilih melakukan perbaikan dulu, seperti segmentasi peserta, penyesuaian besaran iuran BPJS Kesehatan, mengintegrasikan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pengaktifan peserta menunggak, serta melakukan perbaikan tata kelola sistem layanan JKN.

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, Istana: Negara Dalam Situasi Sulit

Topik:

  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya