ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menjelaskan kebijakan tarif efektif rata-rata (TER) menyebabkan kontraksi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dan PPh 21. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan dari PPh orang pribadi dan PPh 21 tercatat sebesar Rp191,66 triliun, atau turun 12,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Ada penurunan PPh orang pribadi dan PPh 21 akibat dampak TER di awal tahun,” kata Bimo.
Secara umum, penerimaan pajak hingga Oktober 2025 tercatat melambat dibandingkan tren tahun sebelumnya. Realisasi penerimaan pajak neto mencapai Rp1.459,03 triliun, atau setara 70,2 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Jika ditinjau per jenis pajak:
PPh badan tercatat Rp237,56 triliun, atau terkoreksi 9,6 persen year on year (yoy).
PPh orang pribadi dan PPh 21 tercatat Rp191,66 triliun, turun 12,8 persen yoy.
PPh final, PPh 22, dan PPh 26 tercatat Rp275,57 triliun, hampir stagnan dengan koreksi 0,1 persen yoy.
PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tercatat Rp556,61 triliun, atau terkoreksi 10,3 persen yoy.
Penerimaan pajak lainnya tercatat Rp197,61 triliun.
Menurut Bimo, salah satu faktor yang menyebabkan perlambatan penerimaan pajak tahun ini adalah lonjakan restitusi atau pengembalian pajak, yang mencapai 36,4 persen. Secara nilai, restitusi tercatat sebesar Rp340,52 triliun, dengan rincian:
PPh badan sebesar Rp93,80 triliun, naik 80 persen dibanding periode sama tahun lalu.
PPN dalam negeri sebesar Rp238,86 triliun, tumbuh 23,9 persen.
Pajak lainnya sebesar Rp7,87 triliun, naik 65,7 persen.
Meski restitusi menyebabkan perlambatan penerimaan pajak, Bimo menekanka pengembalian pajak ini berdampak positif, karena dapat mendorong pergerakan ekonomi dan likuiditas dunia usaha.