Dirjen Pajak Respons Fatwa MUI soal PBB Hunian: Itu Kebijakan Pemda

- Fatwa MUI tersebut dikeluarkan terutama terkait polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai tidak adil.
- Dirjen Pajak Kemenkeu, Bimo Wijayanto, mengatakan, ketentuan PBB diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), sehingga kewenangan pengelolaan PBB sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah (pemda).
Jakarta, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa tentang pajak yang berkeadilan melalui Musyawarah Nasional (Munas) XI MUI yang digelar di Jakarta. Fatwa tersebut dikeluarkan terutama terkait polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai tidak adil.
Berbagai daerah mencatat keluhan warga yang merasa keberatan dengan tarif baru yang dianggap tidak adil dan tidak mempertimbangkan kemampuan bayar.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bimo Wijayanto, mengatakan, ketentuan PBB telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), sehingga kewenangan pengelolaan PBB sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah (pemda).
“PBB itu sebenarnya sudah diserahkan ke daerah. Jadi kebijakan, tarif, dasar pengenaan, semuanya ada di daerah,” ujar Bimo kepada awak media, Senin (24/11/2025).
1. PBB pedesaan dan perkotaan diatur oleh pemda

Ia juga menjelaskan Ditjen Pajak telah berdiskusi dengan MUI terkait isu tersebut. Menurutnya, yang menjadi perhatian MUI adalah PBB sektor pedesaan dan perkotaan (PBB P2), yang pemungutannya berada di bawah otoritas pemda.
Sementara itu, Ditjen Pajak hanya memungut PBB sektor tertentu, seperti kelautan, perikanan, pertambangan, dan kehutanan. Adapun PBB P2 dikenakan atas bumi dan/atau bangunan milik individu atau badan di wilayah pedesaan dan perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
"Kita juga sudah diskusi dengan MUI sebelumnya, jadi nanti coba kita tabayyun (mencari kejelasan) dengan MUI Karena sebenarnya yang ditanyakan itu PBB P2 pedesaan-perkotaan, pemukiman itu di daerah. Di kami hanya PBB yang terkait dengan kelautanan, perikanan, dan pertambangan sama kehutanan. Kalau untuk ke daerah sendiri ada," tuturnya.
2. Tidak ada isu terkait PPN

Terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bimo menegaskan, ketentuannya sudah sesuai regulasi yang berlaku. Dia menjelaskan, barang kebutuhan pokok, memang dikenakan tarif 0 persen atau tidak dikenakan PPN.
Bila berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 Pasal 6 ayat (2), atas penyerahan dan/atau impor barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak dibebaskan dari pengenaan PPN.
"Kalau barang yang dikonsumsi masyarakat memang tidak pernah kena PPN atau 0 persen," ujarnya.
3. Realisasi penerimaan pajak per Oktober 2025

Adapun hingga akhir Oktober 2025, penerimaan pajak hanya mencapai Rp1.459 triliun. Jumlah itu turun 3,86 persen dibandingkan realisasi penerimaan pajak Oktober 2024.
Sementara capaian tersebut baru sebesar 70,2 persen dari target atau outlook penerimaan pajak hingga akhir tahun ini, yang mencapai Rp2.076,9 triliun.


















