Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Penerimaan Pajak Neto Susut, Kenapa?

Screenshot 2025-11-24 135205.jpg
Realisasi penerimaan pajak neto alami kontraksi. (Dok/Istimewa).
Intinya sih...
  • Restitusi didominasi oleh PPh Badan dan PPN DN, mencapai Rp340,52 triliun atau tumbuh 36,4 persen (yoy).
  • Meski memberikan tekanan pada kinerja penerimaan negara secara neto, restitusi berdampak positif karena dana kembali ke masyarakat dan menambah arus kas bagi pelaku usaha.
  • Kelebihan pembayaran pajak harus dikembalikan kepada wajib pajak dalam jangka waktu paling lama satu bulan dengan ketentuan tertentu untuk mempercepat proses pengembalian
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebut lonjakan restitusi secara tahunan pada Oktober 2025 menjadi faktor utama yang menekan penerimaan pajak neto pada periode tersebut. Direktur Jenderal Pajak, Bimo, menjelaskan realisasi restitusi pajak hingga Oktober 2025 melonjak signifikan, yakni mencapai 36,4 persen secara tahunan.

Lonjakan restitusi tersebut menjadi penyebab utama kontraksi penerimaan pajak neto yang tercatat turun 3,8 persen (yoy) atau mencapai Rp1.459,03 triliun. Kondisi ini berbanding terbalik dengan penerimaan pajak bruto yang mencapai Rp1.799,55 triliun atau tumbuh 1,8 persen (yoy).

"Kontraksi terbesar dalam penerimaan neto dikoreksi oleh dampak restitusi. Kami laporkan hingga Oktober 2025, restitusi melonjak hingga 36,4 persen sehingga meski penerimaan pajak bruto mulai positif, penerimaan neto masih mengalami penurunan," kata Bimo dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI, Senin (24/11/2025).

1. Jenis pajak yang mendorong restitusi pajak melonjak

WhatsApp Image 2025-11-24 at 12.46.11.jpeg
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto melakukan rapat kerja bersama Komisi XI. (IDN Times/Triyan).

Berdasarkan data yang dipaparkan, restitusi terutama didominasi oleh PPh Badan sebesar Rp93,80 triliun, tumbuh 80 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp52,13 triliun. Selanjutnya, PPN dalam negeri (PPN DN) mencapai Rp238,86 triliun atau tumbuh 23,9 persen (yoy) dari Rp192,72 triliun.

Kemudian, jenis pajak lainnya menyumbang Rp7,87 triliun atau tumbuh 65,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,75 triliun. Dengan demikian, secara keseluruhan nilai restitusi hingga Oktober mencapai Rp340,52 triliun atau tumbuh 36,4 persen (yoy).

"Restitusi didominasi PPh Badan dan PPN DN sehingga koreksi pertumbuhan secara neto jauh lebih dalam dibandingkan penerimaan bruto," ujar Bimo.

2. Restitusi dorong arus kas keuangan masyarakat dna pelaku usaha meningkat

ilustrasi pembayaran pajak motor (IDN Times/Arief Rahmat)
ilustrasi pembayaran pajak motor (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski memberikan tekanan pada kinerja penerimaan negara secara neto, Bimo menegaskan kenaikan restitusi berdampak positif karena dana kembali ke masyarakat dan menambah arus kas bagi pelaku usaha. Restitusi pajak merupakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak. Misalnya, jika perusahaan membayar pajak lebih besar dari kewajiban sebenarnya, negara wajib mengembalikannya.

"Restitusi berarti uang kembali ke masyarakat. Dengan meningkatnya restitusi, artinya kas yang diterima masyarakat, termasuk sektor privat, bertambah sehingga diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan menggerakkan perekonomian," kata Bimo.

3. Skema pengembalian kelebihan pembayaran pajak

ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Melansir situs DJP, kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa setelah diperhitungkan dengan utang pajak harus dikembalikan kepada wajib pajak dalam jangka waktu paling lama satu bulan. Batas waktu ini dihitung sejak terjadinya salah satu keadaan berikut.

Pertama, ketika Direktorat Jenderal Pajak menerima permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang muncul akibat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dari proses pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan baik yang semula menyatakan kurang bayar, nihil, maupun lebih bayar tetapi tidak disertai permohonan restitusi.

Kedua, saat terbit SKPLB dari proses pengembalian kelebihan pajak yang pada dasarnya tidak seharusnya terutang atau dari pengembalian pajak yang diajukan bukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu atau kriteria tertentu.

Selain itu, jangka waktu satu bulan juga dihitung sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau ketika putusan Banding maupun putusan Peninjauan Kembali diterima oleh kantor DJP yang berwenang melaksanakannya.

Penghitungan waktu yang sama berlaku pula ketika DJP menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, serta Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan SKP maupun STP. Dengan ketentuan ini, proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak diharapkan berjalan lebih cepat, pasti, dan memberikan kepastian bagi wajib pajak.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us

Latest in Business

See More

Rupiah Bertahan Menguat hingga Penutupan di Rp16.999 per Dolar AS

24 Nov 2025, 15:41 WIBBusiness