Aksi menolak tambang nikel di depan Kantor PT Vale Indonesia, Makassar, Kamis (25/7/2024). (Dok. WALHI Sulsel)
Tim peneliti Telapak, Djufry Hard menilai, aspek transparansi jadi salah satu indikator untuk melihat apakah perusahaan pertambangan menjalankan praktik dengan sehat.
Sebab, transparansi ini juga berkaitan dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang berdampak langsung ke masyarakat.
“Industri nikel haruslah transparan. Kami sebagai LSM perlu untuk melihat secara langsung dan menunjukkan ke publik bagaimana pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan dan sosial, disamping dari dampak ekonomi yang telah diciptakan," ujar dia dalam acara diskusi yang diselenggarakan Telapak bersama para akademisi di Jakarta.
Djufry menjelaskan, pada 2022 pihaknya sudah mengajukan kajian terkait dampak lingkungan dan sosial yang dihasilkan lima perusahaan besar nikel di Indonesia yakni PT Vale Indonesia Tbk, PT GAG Nikel, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), PT Makmur Lestari Primatama (MLP), dan PT Trimegah Bangun Persada (TBP) Tbk/Harita Nickel)
"Waktu itu yang merespons paling cepat hanya Harita Nickel dan menyatakan membuka diri untuk dikunjungi. Maka 2023 kami melakukan kunjungan lapangan ke Harita Nickel di Pulau Obi,” jelas dia.
Djufry menjelaskan, meskipun terdapat sejumlah catatan, hasil audit secara umum menunjukkan Harita Nickel telah menjalankan pengelolaan limbah tambang dan industri secara baik dan bertanggung jawab.