Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)
Di sisi lain, Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026 berada di level 5,33 persen. Proyeksi tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan target pemerintah sebesar 5,4 persen. Proyeksi itu telah mempertimbangkan penurunan ekonomi global akibat ketidakpastian yang masih tinggi pada tahun depan.
“Angka ini sudah mempertimbangkan penurunan ekonomi global, termasuk perlambatan pada negara mitra dagang utama,” ujar Perry.
Perry menambahkan, proyeksi tersebut juga telah memperhitungkan dukungan kebijakan BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain melalui penurunan suku bunga acuan. Ia menyebut, ke depan masih terdapat ruang untuk melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter.
“Kami juga melihat ke depan masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga, melakukan ekspansi likuiditas moneter, serta memberikan insentif likuiditas makroprudensial. Selain itu, program moneter kami juga mencakup pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder,” jelasnya.
Terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Perry memperkirakan kurs rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.430 per dolar AS pada 2026. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi rata-rata kurs hingga akhir 2025, yakni Rp16.440 per dolar AS.
“Nilai tukar rupiah rata-ratanya sekitar Rp16.430, hampir sama dengan prognosa sebelumnya, yakni Rp16.440,” ujar Perry.
Proyeksi tersebut dinilainya realistis karena mempertimbangkan ketidakpastian perekonomian global yang masih berlanjut. BI, kata Perry, berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar non-delivery forward (NDF) maupun pasar spot.