Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (Triyan/IDN Times)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (Triyan/IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah akan mendorong industrialisasi energi baru terbarukan (EBT) melalui energi surya fotovoltaik untuk membidik pasar Amerika Serikat (AS). Selama ini, Indonesia masih bergantung pada impor dari China untuk sektor tersebut.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Indonesia memiliki potensi dan peluang tersebut karena AS  mulai mengurangi impor dari China, termasuk dalam hal fotovoltaik. 

“Indonesia sedang mendorong industrialisasi untuk fotovoltaik, kenapa ini penting? Karena sekarang 95 persen bergantung pada China,” ujarnya yang dikutip Kamis, (12/10/2023).

1. Industri fotovoltaik dari energi surya

Ilustrasi panel surya. (IDN Times/Dhana Kencana)

Industri fotovoltaik merupakan salah satu sektor yang diharapkan berkontribusi dalam pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional sebagai alternatif dari penggunaan energi fosil.

Pengembangan industri fotovoltaik di dalam negeri cukup berpeluang karena Indonesia sebagai negara yang terletak di garis katulistiwa sehingga memiliki potensi energi surya yang besar.

2. Value ekspor nikel capai US$ 33,81 miliar

Tambang nikel PT Makmur Lestari Primatama di wilayah Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. (dok. MLP)

Ia menjelaskan, salah satu kebijakan yang telah ditempuh pemerintah terkait hilirisasi yakni larangan ekspor bijih nikel pada 2020. Kebijakan tersebut telah mampu meningkatkan ekspor komoditas hilirisasi nikel hingga mencapai 14,53 miliar dolar AS pada tahun 2022.

Dengan capaian tersebut, total neraca perdagangan produk hulu, antara, dan hilir komoditas nikel tahun 2022 juga mengalami surplus mencapai 13,76 miliar dolar AS.

"Kemudian terkait nikel ore, value daripada export nikel beserta downstreamnya sudah mencapai 33,81 miliar dolar AS. Komoditas utama di Indonesia yakni  nikel dan kelapa sawit," jelasnya.

3. Hilirisasi nikel beri nilai tambah hingga 780 kali

Aktivitas tambang nikel PT Vale di Kabupaten Luwu Timur. (Dok. IDN Times/Didit Hariyadi)

Selain itu, hasil hilirisasi nikel tersebut juga menjadi raw material dalam produksi baterai Electric Vehicle (EV) dengan nilai tambah dalam negeri mencapai 470 hingga 780 kali.

Hingga saat ini, terdapat beberapa investasi seperti konsorsium Indonesia Battery Company bersama Hyundai dan LG dengan total investasi sekitar 9,8 miliar dolar AS yang mencakup produksi baterai listrik dari hulu hingga hilir.

Editorial Team