Para pedagang cakar bongkar di Jalan Hasanuddin, Timika, Papua Tengah. (IDN Times/Endy Langobelen)
Beberapa pedagang cakar bongkar di Kota Timika, Papua Tengah, mengaku kecewa dengan adanya larangan tersebut.
Mereka mengeluh lantaran telah mengeluarkan modal yang begitu besar untuk membuka usaha cakar bongkar ini.
"Ya pasti kami kecewalah karena kalau ini mau ditutup, terus modal yang sudah kami pinjam dari bank itu mau dilunaskan bagaimana?" Ujar Mustang, pedagang cakar bongkar di Jalan Hasanuddin, Jumat (24/3/2023) sore.
Mustang yang sudah 10 tahun berpindah-pindah lapak cakar bongkar di Kota Timika sebanyak lima kali juga mengaku belum mengetahui pasti adanya peraturan yang melarang impor pakaian bekas.
"Saya juga baru tahu ada larangan seperti ini. Kalau dari dulu saya tahu kan, saya tidak mungkin mau ikut jualan begini. Saya baru tahu pas Pak Jokowi bicara itu," ungkapnya.
Menurut Mustang, bila pemerintah bersikeras untuk menutup bisnis cakar bongkar, maka sepatutnya pemerintah juga menawarkan solusi agar pedagang tidak merana dibayang-bayangi belitan utang.
"Kita maunya harus ada solusi dulu. Utang kami ini bagaimana nantinya. Jadi, jangan langsung serta-merta mau dilarang macam disekak langsung begitu. Itu sama saja mau kasih mati kita pedagang betul-betul," tandasnya.
Senada dengan itu, seorang pedagang cakar bongkar di Pasar Sentral yang tidak mau menyebutkan namanya juga mengeluhkan hal yang sama.
Dia mengungkapkan bahwa modal yang dipakainya untuk membuka bisnis cakar bongkar ini pun bersumber dari pinjaman bank.
"Jadi kalau saya, pemerintah silakan hentikan saya punya jualan, yang penting utang saya juga ditutup sama pemerintah," tuturnya.
"Ambil saja semua pakaian ini sekaligus dengan lapak-lapaknya. Dari awal kita dibikinkan tempat ini oleh pemerintah kan untuk cakar bongkar. Jadi kalau mau ditutup, saya minta tutup juga utang modal saya di bank," imbuhnya.