Saya grow up-nya sama ayah sebelum ayah meninggal tahun 2008, tapi ya saya kenalnya sebagai seorang ayah, jarang sebagai seorang profesional. Yang saya ingat memang paling ketika ayah waktu Mei '98. Saya lagi di Chicago, University of Chicago terus ditelepon malam-malam, waktunya Jakarta pagi ayah hilang, ditembakin.
Wah shock saya kan. Ini ke mana ayahku, walaupun habis itu malamnya ketemu dia sama Muhammad Chatib Basri pada saat itu di got. Habis dari got berhasil kabur. Di situ saya bilang, apa yang terjadi di Indonesia ini? Ayahku kenapa sangat lantang? Tapi juga kadang-kadang ya, I understand adalah ayahku.
Jadi saya ingat ayah saya. Habis itu waktu saya balik pun 2001 nih saya ingat juga nih, ayah tuh pernah ngomong karena dia bikin partai, namanya partai Indonesia Baru. Terus saya kan sebagai anak pada saat itu baru mulai kerja di Amerika, juga di New York, di Lehman Brothers. Waktu itu saya nanya, 'Uang mau ke mana (dengan mendirikan) partai politik?'. Dan saya sama adik saya pernah nanya, 'Ini bagaimana soal warisan?'. Warisan lah, jujur aja ngomong warisan gimana?
Dia bilang ke saya, agak setengah teriak, 'Uangku adalah uangku, uangmu adalah uangmu. Aku bakar uangku, itu adalah urusanku, aku udah kasih kamu kail. Tinggal silakan kamu cari ikannya sendiri'. Di situ saya sadar, bos. Saya harus kerja keras. Jadi di situlah saya mulai umur 21 kerja jadi investment banker sampai umur 30 (tahun). Kerja private equity, baru balik ditarik ayah saya meninggal, in between that process itu. Jadi saya bilang, udahlah saya menetap di Amerika, kerja aja, doing very well, tiba-tiba suatu hari umur 30 (tahun), ada seorang paman saya datang ke kantor saya. Saya persingkat aja ceritanya, dia ngomong ke bos saya, 'Pandu akan meninggalkan kamu dan pindah ke Indonesia'.
Ini paman Pak Luhut (Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan). (Dia bilang), 'Ini ibunya sama saya setuju'. Saya kan kaget, saya ga pernah kerja sama om saya. Orang kan juga aduh agak galak-galak dikit kan emang. Terus saya pindah, ya ini hebatnya om saya. Saya pindah gak pernah ngomongin gaji. Ya, rupanya gajinya sepersepuluh yang dibayar saya di Amerika. Dia bilang, here I learn how to negotiate and not negotiate pada dengan darah sendiri dan di situ saya juga ingat, om saya bilang, 'Aku tuh sebelum hire kamu, udah cek tiga orang'.
Satu dia sebut waktu itu, Pak Tom Lembong, yang kedua dia sempat sebut Patrick Walujo, 2010 nih. Terus ada lagi orang ketiga disebutnya. Semuanya pada saat itu udah punya private equity, bisnis, mulai lagi keren-kerennya. Hah? Masa saudara sendiri lu check and recheck? Tapi itulah om saya.
Itulah cerita awal saya bangun perusahaan yang namanya TBS (PT TBS Energi Utama Tbk/TOBA), tapi memang awal karier hidup saya tuh saya belajar dari seorang Sjahrir. Dia orang yang berapi-api. Actually very friendly. Banyak banget temannya dan temannya tuh bener-bener hardcore soal beliau, tapi kepada seorang anak, bisa dibilang, both can be loving, tapi juga very tough.
Dia bilang, at the end though, hidupmu adalah hidupmu. Dari awal dia ngomong. Warisannya udah dikasih. Apa? Ya kamu tuh uang sekolah, college. Udah, that's it. Setelah itu kamu mau S2, bayar sendiri. Jadi ya saya waktu S2, Stanford (University), bayar sendiri. Alhamdulillah bisa, habis itu kerja. Makanya saya bilang, udah mungkin saya kerja di Amerika aja karena orang bisa menghargai kerjaan saya. Habis itu hidup saya sangat berubah setelah balik ke Indonesia akhir 2010.