BRI Cetak Laba Bersih Rp13,8 Triliun, Ini Penopangnya

- Labar BRI capai Rp13,8 triliun pada kuartal I-2025
- Pendapatan bunga turun 1,52 persen secara tahunan
Jakarta, IDN Times – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mencetak laba sebesar Rp13,8 triliun pada kuartal I-2025. Sementara itu, pendapatan bunga yang diraih BRI mencapai Rp49,84 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini, turun 1,52 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Direktur Utama BRI, Hery Gunardi menjelaskan, capaian laba bersih tersebut didorong oleh penyaluran kredit yang selektif dan berkualitas.
"Alhamdulillah hingga akhir Maret 2025, BRI Group mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp13,80 triliun dan aset mencapai Rp2.098,23 triliun, atau tumbuh sebesar 5,49 persen secara tahunan (yoy)," ujar Hery dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (30/4/2025).
1. Penyaluran kredit BRI tembus Rp1.373,66 triliun

Adapun penyaluran kredit BRI tercatat sebesar Rp1.373,66 triliun, atau tumbuh 4,97 persen secara tahunan. Penyaluran kredit ini masih didominasi oleh segmen UMKM, dengan porsi mencapai 81,97 persen dari total kredit Bank BRI sebesar Rp1.126,02 triliun.
Hery menjelaskan, pertumbuhan ini didorong oleh penyaluran kredit yang selektif dan berkualitas. Dalam hal ini, seluruh segmen kredit mencatatkan pertumbuhan positif, dengan tetap berfokus pada segmen UMKM.
2. Laju NPL BRI capai 2,97 persen

Selanjutnya, rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) pada kuartal I-2025 tercatat sebesar 2,97 persen, membaik dibandingkan kuartal I-2024 yang sebesar 3,11 persen.
"BRI juga mencatatkan NPL coverage sebesar 200,60 persen dan Loan at Risk (LAR) sebesar 11,12 persen," ujarnya.
Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK0 mencapai Rp1.421,60 triliun pada kuartal I-2025, tumbuh 0,38 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1.416,21 triliun. Komposisi dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) tercatat sebesar 65,77 persen,
3. BRI harapkan negosiasi tarif Trump temui kesepakatan

Hery mengatakan, saat ini dunia dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah, salah satunya adalah perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Meski demikian, ia meyakini bisnis BRI tidak akan terdampak secara signifikan.
Oleh karena itu, ia berharap proses negosiasi antara pemerintah Indonesia dan AS dapat membuahkan hasil yang positif.
“Perekonomian global diwarnai oleh ketidakpastian, terutama akibat meningkatnya tensi geopolitik yang berdampak pada perdagangan internasional dan rantai pasok. BRI memperkirakan akan ada dampak jangka pendek akibat tarif baru. Namun, saat ini sedang berlangsung negosiasi antara Indonesia dan AS yang diharapkan menghasilkan kesepakatan yang lebih baik,” tuturnya.