Potret area proyek MRT Jakarta Fase 2A CP 201 (Stasiun Thamrin dan Monas). (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Selain benda kuno, pihaknya juga pernah menemukan tantangan lain dalam proses pengeboran rel bawah tanah. Weni mengatakan, pihaknya pernah menemukan struktur tanah berlapis pasir yang rentan, menyebabkan kemiringan gedung di wilayah Thamrin, Jakarta Pusat.
"Area Thamrin itu juga cukup anomali. Ada gedung yang miring, dan sebagainya kalau pernah dengar berita. Itu memang benar adanya. Ternyata memang tanahnya itu sangat heterogen di sana. Jadi, bisa ada lapisan-lapisan pasir, sandy layer," ujar Weni.
Akibat temuan itu, pihaknya harus lebih berhati-hati dalam mengebor jalur rel bawah tanah.
"Sandy layer itu enggak bagus untuk kestabilan struktur tanah. Jadi situasi dengan tanah berpasir itu memang banyak kami temui di area Thamrin. Dan itu tadi yang juga menyebabkan kenapa sih mungkin salah satunya lama membangun MRT," ucap Weni.
Dia mengatakan, setelah menemukan struktur tanah yang rentan, pihaknya tak meninggalkannya, tetapi memperbaiki struktur tanah itu agar lebih kuat, dan melanjutkan pengeboran jalur bawah tanah.
"Karena sebelum benar-benar dindingnya dipasang, kami benar-benar mengecek dulu lahannya aman, stabil. Kalau enggak aman atau enggak stabil, kami inject sesuatu. Maksudnya, kami lakukan soil improvement namanya, perbaiki dulu tanahnya, dibuat lebih rigid, barulah pasang dinding-dinding penahan tanah untuk di stasiunnya," kata Weni.
Sampai 25 Juni 2025, pembangunan MRT Jakarta Fase 2A (Bundaran HI-Kota) dengan panjang rel 5,8 km sudah mencapai 49,99 persen. Untuk pembangunan segmen 1 (Bundaran HI-Monas), progresnya sudah mencapai 73,46 persen, melampaui target sebesar 73,13 persen. Sementara itu, untuk pembangunan MRT Jakarta Fase 2A segmen 2 (Harmoni-Kota) sudah mencapai 40,11 persen, melampaui target 38,18 persen.