Ilustrasi PT Pertamina. (Dok. PT Pertamina EP Cepu)
Di sektor hulu yang menerima windfall profit dari tingginya harga ICP, Pertamina mampu melakukan optimasi biaya produksi dan servis melalui serangkaian terobosan mulai dari budget tolerance profile, optimasi intervensi sumur, hingga penghematan konsumsi chemical dan penggunaan bahan bakar. Jurus tersebut berbuah penghematan Rp6,2 triliun atau lebih tinggi 10 persen dari target Rp5,6 triliun.
Lanjut Heppy, pada proses pengadaan minyak mentah dan produk, Pertamina menerapkan optimasi biaya pengadaan Medium Crude melalui aktivitas blending Heavy & Light Crude, renegosiasi alpha, advance procurement, pembelian distress cargo, co-load delivery, dan extensive delivery date range, dan optimasi portofolio impor LPG (Multisource, Direct Sourcing dan Trading Swap). Meski rumit, tapi hasilnya ciamik dengan menekan biaya hingga Rp2,8 triliun.
Lalu, sektor pengangkutan dan distribusi energi, optimasi biaya juga menuai hasil positif sebesar Rp4,1 triliun, berkat perubahan pola suplai crude dan produk, perubahan rute dan jenis kapal, optimasi bunker, optimasi pola supply logistic serta optimasi biaya distribusi, handling dan storage dan renegosiasi tarif alur pelayaran, renegosiasi tanker charter rate, dan lain-lain.
Pada belanja pengadaan dan perawatan non hydro, Pertamina membukukan penghematan biaya sebesar Rp3,4 triliun dengan metode sentralisasi pengadaan, renegosiasi kontrak jangka panjang dan penurunan konsumsi barang/jasa.
Selain itu juga dilakukan penyempurnaan program pemeliharaan melalui peningkatan TKDN dan reprioritasi aktivitas pemeliharaan peralatan kilang, preventive maintenance mobil tangki dan prioritasi tank cleaning serta penyempurnaan program Docking Panel dan pengurangan durasi pelaksanaan docking.
Gerakan optimalisasi biaya juga masif untuk pengeluaran keuangan, umum dan administrasi. Sektor pendukung tersebut juga mencatatkan penghematan Rp2,5 triliun, lebih tinggi dari target yang ditetapkan yakni sebesar Rp2,3 triliun.
Capaian tersebut juga diperoleh karena optimasi beban pajak dan bunga dan optimasi biaya administrasi dan umum, di antaranya pemanfaatan media online untuk optimasi biaya travel dan training pekerja, pembatasan penggunaan jasa konsultan, relokasi gedung perkantoran dengan tarif sewa yang lebih murah serta reprioritas kegiatan promosi, seremonial dan sponsorship.
“Dengan menghemat energi dan bahan bakar kilang untuk penggunaan sendiri serta optimasi penggunaan listrik, anggaran Rp403 miliar dapat diefisienkan,” sebut Heppy.
Selain berhemat biaya untuk mencetak efisiensi signifikan, Pertamina juga melakukan penghindaran biaya hingga Rp5,1 triliun atau lebih tinggi 10 persen dari target yang dipatok sebesar Rp4,6 triliun. Untuk mendukung upaya penghematan, Pertamina juga mampu menghasilkan tambahan pendapatan sebesar Rp7,1 triliun atau mencapai 107 persen dari target 2021 sebesar Rp6,6 triliun.
Program cost optimization merupakan program berkelanjutan. Realisasi program cost efficiency di tahun 2020 sebesar Rp12,6 triliun. Sedangkan realisasi cost optimization sampai April 2022 sebesar Rp2,9 triliun.