Jakarta, IDN Times - Permintaan energi “tradisional”--migas, batu bara--diprediksi akan mendatar pada 2030 dengan adanya penggunaan energi terbarukan dalam komposisi energi. Permintaan energi diprediksi stagnan dan hanya meningkat 14 persen antara 2016 hingga 2050.
Energi terbarukan akan menjadi 35 persen dari total permintaan energi. Bukan sekadar perubahan bauran energi tetapi terjadi transformasi sistem energi: dampak sosial, ekonomi, dan politik di luar sektor energi. Bahkan, para ahli memprediksi, permintaan energi terbarukan diperkirakan akan menyalip bahan bakar fosil pada 2050.
“Ini suatu prediksi yang dilakukan bila mana semua negara di dunia akan beralih ke renewable energy, sesuai dengan komitmen kita di Paris Climate Change Agreement,” kata ekonom yang juga guru besar di Universitas Indonesia, Mari Elka Pangestu, acara Mini Seminar Geopolitik Transformasi Energi yang diselenggarakan di Bimasena, Jakarta, 31 Juli 2019.
Mari, yang pernah menjabat menteri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyampaikan presentasi berjudul “A New World, The Geopolitics of the Energy Tranformation”.
Materi yang disampaikan adalah hasil riset dan pemikiran sejumlah pakar yang dikoordinasikan oleh Badan Internasional Energi Terbarukan (IRENA), di mana Mari menjadi salah satu panelnya.
Menurut Mari berhasil tidaknya pembangunan energi terbarukan tergantung dari kebijakan yang akan di ambil beberapa negara. Bagaimana penjelasan lengkap dari Mari? Berikut laporannya: