Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonomi Jepang Mengalami Kontraksi akibat Anjloknya Ekspor

Bendera Jepang (Toshihiro Oimatsu from Tokyo, Japan, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Ekonomi Jepang menyusut 0,2 persen di kuartal I 2025, lebih buruk dari prediksi ekonom. Produk domestik bruto turun 0,7 persen secara tahunan.
  • Ekspor Jepang anjlok 0,6 persen, mengurangi 0,8 poin persentase dari PDB. Namun, permintaan dalam negeri tumbuh 0,6 persen dan belanja modal naik 1,4 persen.
  • Jepang tengah menjalani negosiasi dagang dengan AS. Tarif yang diterapkan oleh AS dapat mempengaruhi industri otomotif Jepang dan menekan pertumbuhan ekonomi ke depan.

Jakarta, IDN Times – Ekonomi Jepang menyusut 0,2 persen di kuartal I 2025. Kontraksi ini merupakan yang pertama dalam setahun terakhir, lebih buruk dari prediksi ekonom yang memperkirakan penyusutan 0,1 persen.

Secara tahunan, produk domestik bruto Jepang turun 0,7 persen, juga lebih dalam dari proyeksi penurunan 0,2 persen. Data ini menunjukkan tekanan kuat terhadap ekonomi Negeri Sakura akibat guncangan eksternal.

Ekspor Jepang anjlok 0,6 persen secara kuartalan, mengurangi 0,8 poin persentase dari PDB. Di saat yang sama, impor justru naik 2,9 persen, menambah beban terhadap permintaan eksternal.

“Kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mendukung perusahaan yang terdampak,” kata Menteri Revitalisasi Ekonomi Ryosei Akazawa, dikutip dari CNBC International, Jumat (16/5/2025).

1. Permintaan domestik jadi penyelamat sementara ekonomi

ilustrasi pasar di Jepang (pexels.com/Christiano Sinisterra)

Meskipun ekspor melemah, permintaan dalam negeri tumbuh 0,6 persen pada kuartal pertama, menambah 0,7 poin persentase terhadap PDB. Salah satu penyokong utama adalah belanja modal yang naik 1,4 persen, melebihi ekspektasi pasar.

Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari separuh output ekonomi Jepang, tercatat stagnan. Angka ini meleset dari perkiraan kenaikan 0,1 persen yang sebelumnya diprediksi pelaku pasar.

Jesper Koll dari Monex Group mengatakan kepada CNBC International bahwa meskipun perusahaan Jepang sangat kuat di pasar domestik, ekspor tetap berisiko melemah. Ia menyebut keunggulan kompetitif dari yen yang lemah telah dikalahkan oleh ekspor mesin dan peralatan dari China yang memiliki layanan purnajual lebih baik dan kualitas tinggi.

2. Tarif dagang Trump perburuk ketidakpastian ekonomi Jepang

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Jepang tengah menjalani negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS), tetapi belum ada kesepakatan konkret. Presiden AS Donald Trump telah menetapkan tarif 10 persen untuk semua negara, kecuali Kanada, Meksiko, dan China. Jepang termasuk yang terdampak dengan tarif 24 persen mulai Juli, jika kesepakatan tak tercapai.

Washington juga menerapkan tarif 25 persen untuk mobil, baja, dan aluminium—menghantam industri otomotif Jepang yang sangat bergantung pada ekspor. Toyota memperkirakan laba akan turun seperlima dalam tahun keuangan berjalan, sedangkan Mazda belum memberikan proyeksi akibat ketidakpastian kebijakan dagang AS.

Yoshiki Shinke dari Dai-ichi Life Research Institute mengatakan kepada CNA bahwa ekonomi Jepang kekurangan pendorong pertumbuhan karena lemahnya ekspor dan konsumsi. Ia menambahkan bahwa kontraksi bisa berlanjut di kuartal kedua jika dampak tarif makin terasa.

3. Bank Sentral Jepang terjebak di tengah ketegangan global

ilustrasi ekspor impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Bank of Japan (BOJ) mempertahankan suku bunga di level 0,5 persen pada 1 Mei lalu, setelah menaikkannya pada Januari sebagai sinyal akhir dari kebijakan stimulus selama satu dekade. Meski inflasi berada di angka 3,6 persen per April, di atas target 2 persen, ketidakpastian global membuat arah kebijakan jadi abu-abu.

Pada 13 Mei, BOJ memperingatkan bahwa ekonomi Jepang kemungkinan akan melambat karena tekanan kebijakan dagang global. Mereka memperkirakan akan ada penurunan ekspor ke AS, melemahnya investasi bisnis, serta konsumsi rumah tangga yang ikut tertekan.

“Kontraksi awal tahun ini mengingatkan akan kesulitan ekonomi Jepang. Dampak tarif dan lemahnya momentum domestik akan menekan pertumbuhan ke depan,” kata Stefan Angrick dari Moody’s Analytics, dikutip dari CNA, Jumat (16/5/2025).

Takeshi Minami dari Norinchukin Research Institute menyebut jika dampak tarif ringan, BOJ bisa kembali menaikkan suku bunga pada September atau Oktober. Namun, jika tekanan terhadap belanja modal dan ekspor terlalu besar, langkah tersebut kemungkinan ditunda.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us