Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera negara Iran (pexels.com/DMV Photojournalism)

Intinya sih...

  • Hampir semua minyak Iran dikirim ke China, dengan 89% ekspor minyak Iran diserap oleh China.

  • Hubungan minyak ini lebih dari bisnis, melibatkan strategi geopolitik jangka panjang antara China dan Iran.

  • Selat Hormuz menjadi titik krusial yang rawan konflik karena sebagian besar minyak Iran ke China melewati jalur tersebut.

Ketika konflik di Timur Tengah memanas, perhatian dunia gak cuma tertuju pada politik dan militer, tapi juga pada pergerakan ekonomi, khususnya ekspor minyak. Iran, sebagai salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia, masih aktif mengekspor minyak meskipun berada di bawah tekanan sanksi dari Amerika Serikat. Hal yang menarik, sebagian besar minyak Iran ternyata dikirim ke satu negara saja: China.

Kondisi ini bikin hubungan antara dua negara tersebut jadi sorotan dunia. Bukan cuma soal ekonomi, tapi juga soal strategi geopolitik di tengah situasi yang makin kompleks. Kalau kamu penasaran seperti apa gambaran ekspor minyak Iran yang dikuasai China, berikut lima faktanya.

1. Hampir semua minyak Iran dikirim ke China

ilustrasi street food di negara China (pexels.com/zhang kaiyv)

Di 2023, China menyerap sekitar 89 persen dari total ekspor minyak mentah dan kondensat Iran. Angka ini melonjak tajam dibandingkan 2017 yang hanya 25 persen.

Lonjakan ini terjadi setelah Amerika Serikat kembali memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Iran pada 2018. Sejak saat itu, banyak negara lain mundur dari kerja sama energi dengan Iran karena takut terkena imbas sanksi.

China tetap nekat beli minyak dari Iran karena ada keuntungan besar yang bisa didapat. Salah satunya adalah harga yang jauh lebih murah dibanding harga pasar internasional. Jadi, meskipun ada risiko politik, China tetap merasa untung secara ekonomi.

2. Hubungan minyak ini lebih dari sekadar bisnis

ilustrasi arsitektur masjid di negara Iran (pexels.com/Necati Ömer Karpuzoğlu)

Buat China, membeli minyak dari Iran bukan cuma urusan dagang. Ini juga bagian dari strategi geopolitik jangka panjang. Dengan tetap menjalin hubungan energi dengan Iran, China menunjukkan sikap menantang tekanan Barat, terutama dari Amerika Serikat.

Iran juga mendapat keuntungan dari hubungan ini. Di tengah isolasi global, Iran bisa tetap punya pendapatan dari ekspor minyak dan menjalin aliansi strategis yang memperkuat posisinya di kawasan Timur Tengah.

3. Selat Hormuz jadi titik krusial yang rawan konflik

ilustrasi kapal kargo (unsplash.com/Grant Charsley)

Sebagian besar minyak yang dikirim Iran ke China melewati Selat Hormuz, jalur sempit yang memisahkan Iran dan Oman. Masalahnya, jalur ini sangat rentan terganggu apabila konflik bersenjata di kawasan meningkat.

Kalau Selat Hormuz sampai ditutup atau terganggu, maka ekspor minyak Iran bisa terhambat total. China pun akan kena imbas karena jalur ini juga penting untuk pasokan minyak dari negara-negara Teluk lain. Risiko ini bikin China makin hati-hati dalam menyikapi ketegangan di kawasan.

4. Negara lain cuma kebagian sedikit dari ekspor Iran

ilustrasi kilang minyak (pexels.com/Chris LeBoutillier)

Selain China, hanya ada tiga negara lain yang masih aktif menerima minyak dari Iran, yaitu Suriah (6 persen), Uni Emirat Arab (3 persen), dan Venezuela (2 persen). Tapi angka-angka ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan ekspor ke China.

Suriah menerima pasokan karena kedekatan politik dengan Iran. Sedangkan Venezuela juga punya hubungan erat karena sama-sama sedang menghadapi sanksi dari Amerika Serikat. Artinya, ekspor minyak Iran sekarang lebih bersifat politik dibanding pasar terbuka.

5. Ketergantungan ini punya risiko jangka panjang

ilustrasi penduduk lokal negara Iran (unsplash.com/Steven Su)

Meskipun sekarang hubungan Iran dan China terlihat saling menguntungkan, sebenarnya ada risiko besar yang mengintai. Ketergantungan yang terlalu tinggi pada satu pembeli bikin posisi Iran jadi rentan. Kalau suatu hari China memutuskan untuk mengurangi pembelian, ekonomi Iran bisa langsung goyah.

Begitu juga dengan China. Kalau hubungan memburuk atau jalur distribusi terganggu, mereka harus cari sumber minyak lain dengan harga lebih mahal. Jadi meskipun terlihat solid, hubungan ini punya banyak titik lemah yang bisa berubah drastis kapan saja.

Ekspor minyak Iran kini didominasi China, dan hubungan ini punya dampak besar bagi ekonomi dan politik global. China mendapat pasokan minyak murah, sementara Iran bertahan dari tekanan sanksi AS. Tapi ketergantungan ini juga berisiko, terutama jika konflik di Timur Tengah semakin memanas.

Jadi, meski terlihat seperti kerja sama biasa, dominasi China atas minyak Iran sebenarnya adalah contoh bagaimana energi bisa menjadi alat politik yang kuat. Kamu setuju?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team