Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Pasar yang ramai (pexels.com/ Pew Nguyen)
Ilustrasi Pasar yang ramai (pexels.com/ Pew Nguyen)

Dunia diguncang krisis ekonomi besar antara 2020–2024, dampaknya terasa hingga ke pelosok negeri. Pandemi Covid-19 jadi pemicu awal, tapi ternyata banyak faktor lain yang memperburuk keadaan. Mulai dari perang dagang hingga inflasi meroket, semuanya bikin ekonomi global limbung.

Gak cuma negara berkembang, negara maju pun ikut terjungkal. Harga kebutuhan melambung, lapangan kerja menyusut, dan utang menumpuk. Tapi di balik semua itu, ada beberapa fakta menarik yang mungkin belum banyak diketahui. Yuk, simak tiga hal mengejutkan tentang krisis ini!


1. Dampak pandemi lebih parah dari perkiraan

pria menyendiri (pexels.com/Andrew Neel)

Awalnya, banyak yang mengira krisis ekonomi 2020 bakal cepat pulih. Nyatanya, efek pandemi Covid-19 jauh lebih dalam dan berkepanjangan. Lockdown di berbagai negara memutus rantai pasok, bikin banyak pabrik tutup. Sektor pariwisata dan UMKM paling terpukul, dengan kerugian triliunan dolar.

Belum lagi gelombang PHK besar-besaran yang bikin pengangguran meroket. Negara-negara seperti AS dan Eropa harus menggelontorkan stimulus ekonomi besar. Tapi, bantuan itu gak cukup untuk mengembalikan stabilitas. Krisis ini membuktikan, sistem ekonomi global rentan terhadap guncangan tak terduga.

2. Perang dagang dan konflik geopolitik memperburuk keadaan

Suasana pasar yang ramai (pexels.com/Deniz ŞENGÜL)

Selain pandemi, ketegangan geopolitik jadi bensin dalam api krisis. Perang dagang AS-China terus memanas, bikin harga komoditas fluktuatif. Sanksi ekonomi terhadap Rusia pasca-invasi Ukraina juga bikin pasokan energi terganggu. Harga minyak dan gas melonjak, bikin inflasi makin gak terkendali.

Negara-negara berkembang jadi korban utama, karena ketergantungan impor mereka tinggi. Banyak yang kesulitan membayar utang akibat melemahnya mata uang lokal. Krisis ini menunjukkan betapa rapuhnya ekonomi dunia ketika negara adidaya bertikai. Gak ada yang menang, semua justru ikut terjun bebas.


3. Resesi mengintai, tapi ada peluang baru

ilustrasi pertemanan anak remaja (pexels.com/Afta Putta Gunawan)

Banyak ekonom memprediksi resesi global di 2023–2024. Pertumbuhan melambat, pasar saham bergejolak, dan daya beli masyarakat melemah. Tapi di tengah kegelapan, muncul peluang baru. Bisnis digital dan green energy justru berkembang pesat selama krisis.

Perusahaan rintisan di bidang teknologi dan energi terbarukan banyak yang melejit. Transformasi digital jadi solusi bagi banyak sektor untuk bertahan. Krisis ini memaksa dunia beradaptasi dengan cara baru. Siapa yang bisa berinovasi, dialah yang bakal bertahan di tengah badai ekonomi ini.

Krisis ekonomi 2020–2024 meninggalkan bekas yang dalam. Dari pandemi sampai konflik geopolitik, semua berkontribusi pada ketidakstabilan. Tapi di balik itu, ada pelajaran berharga tentang ketahanan dan inovasi.

Dunia mungkin gak akan sama lagi setelah ini. Tapi dengan strategi tepat, pemulihan bisa lebih cepat. Yang pasti, krisis ini mengajarkan bahwa kolaborasi global jadi kunci utama. Tanpa kerja sama, ekonomi dunia bakal terus terpuruk.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team