Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sejarah IMF: Dari Perang Dunia hingga Krisis Ekonomi Global

Ilustrasi IMF (Dok IG IMF)

Jakarta, IDN Times - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) lahir dari keinginan negara-negara Sekutu untuk membangun tatanan ekonomi baru pasca-Perang Dunia II.

Dilansir situs web resminya, sejak Konferensi Bretton Woods pada 1944, lembaga tersebut berkembang menjadi aktor utama dalam menjaga stabilitas moneter global.

Sepanjang sejarahnya, IMF terlibat dalam menangani berbagai krisis besar, mulai dari krisis minyak 1970-an, krisis utang Amerika Latin 1980-an, runtuhnya komunisme 1990-an, hingga krisis keuangan global 2008 dan pandemik COVID-19.

1. IMF lahir menjelang akhir Perang Dunia II

Ilustrasi prajurit bersenjata. (Pexels.com/Igovar)

Saat Perang Dunia II mendekati akhir, para pemimpin Sekutu menyusun tatanan ekonomi baru untuk mencegah pengulangan krisis global sebelumnya. Pada Juli 1944, perwakilan dari 44 negara Sekutu menggelar Konferensi Bretton Woods untuk menetapkan sistem nilai tukar yang terhubung ke dolar AS dan membentuk IMF.

Lembaga tersebut diberi mandat memajukan kerja sama moneter internasional, mendukung perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, serta mencegah kebijakan yang merusak kemakmuran.

IMF resmi beroperasi pada Maret 1947 dengan 40 anggota. Pada 1950-an, negara-negara komunis yang dipimpin Uni Soviet dan China menarik diri dari sistem ekonomi global. Uni Soviet memulai blokade Berlin Barat pada Juni 1948 hingga Mei 1949, yang menjadi konfrontasi besar pertama dalam Perang Dingin.

Pada Maret 1950, Polandia keluar dari IMF di bawah tekanan Uni Soviet, sebelum akhirnya kembali bergabung pada 1986. Sementara itu, Krisis Suez pada Oktober 1956, yang melibatkan Mesir, Prancis, Israel, dan Inggris, memunculkan krisis politik internasional dengan dampak ekonomi besar.

Peristiwa tersebut menjadi ujian awal peran IMF dalam manajemen krisis, ditandai dengan penyaluran pinjaman besar pertama kepada negara-negara yang terlibat.

2. Perluasan peran IMF di tengah perubahan global

www.am2018bali.go.id

Pada 1960-an, gelombang dekolonisasi memaksa Prancis, Inggris, dan kekuatan Eropa lainnya melepaskan jajahan mereka. IMF merespons dinamika itu dengan membentuk Departemen Afrika pada 1961, menyusul hanya tiga anggota awal dari Afrika: Mesir, Ethiopia, dan Afrika Selatan. Hingga akhir 1969, sebanyak 34 negara Afrika lainnya bergabung.

Memasuki 1970-an, pengeluaran AS untuk Perang Vietnam dan program sosial dalam negeri mendorong inflasi dan penilaian berlebihan terhadap dolar. Pada Agustus 1971, Presiden AS Richard Nixon menangguhkan konvertibilitas dolar ke emas, mengakhiri sistem nilai tukar tetap Bretton Woods.

Krisis energi muncul pasca-perang Arab-Israel, ketika OPEC mengumumkan embargo terhadap sejumlah negara Barat, memicu lonjakan harga minyak global. IMF merespons dengan menciptakan instrumen baru guna membantu negara-negara menghadapi darurat energi. Pada April 1978, IMF mengakui hak anggota untuk menentukan sendiri pengaturan nilai tukar mereka.

Pada 1980-an, bank-bank menyalurkan “petrodollar” dari keuntungan negara penghasil minyak kepada negara-negara berkembang, yang memicu krisis utang internasional. Pada Agustus 1982, Meksiko menolak pembayaran utang luar negeri, menandai awal krisis di Amerika Latin.

IMF kemudian mengambil peran sebagai pengelola krisis global. Pada Maret 1986, lembaga ini mendirikan fasilitas pinjaman khusus bagi negara berpenghasilan rendah dengan suku bunga di bawah pasar.

Memasuki 1990-an, runtuhnya komunisme membawa negara-negara bekas komunis masuk ke dalam ekonomi global. Tembok Berlin runtuh pada November 1989, sementara Uni Soviet bubar pada Desember 1991, diikuti bergabungnya 20 negara baru ke IMF, menjadi ekspansi keanggotaan terbesar sejak 1960-an.

IMF memberikan dukungan transisi melalui saran kebijakan, bantuan teknis, dan dukungan finansial. Krisis Meksiko pada Desember 1994 memicu keterlibatan IMF dalam program stabilisasi senilai 50 miliar dolar AS, yang juga diikuti dukungan untuk Rusia, Brasil, dan pasar berkembang lain.

Pada 1996, IMF bersama Bank Dunia meluncurkan Inisiatif untuk Negara-Negara Miskin Berutang Berat (HIPC) demi meringankan utang negara-negara berpenghasilan rendah, dengan total keringanan mencapai hampir 77 miliar dolar AS hingga 2017.

3. Krisis global dan respons IMF di era modern

ilustrasi IHSG (IDN Times/Muhammad Surya)

Krisis keuangan Asia dimulai pada Juli 1997 ketika Thailand mendevaluasi baht, diikuti respons IMF dengan program pinjaman sebesar 17 miliar dolar AS untuk Thailand, 23 miliar dolar AS untuk Indonesia, dan 57 miliar dolar AS untuk Korea Selatan.

Pada 1998, krisis menyebar ke Rusia yang terdampak defisit besar, memicu kejatuhan pasar dan rubel, hingga IMF bersama pemberi pinjaman internasional menyediakan 22,6 miliar dolar AS untuk stabilisasi.

Tahun berikutnya, IMF dan Bank Dunia meluncurkan Program Penilaian Sektor Keuangan (FSAP) untuk menilai ketahanan sistem keuangan anggota, sementara euro resmi lahir sebagai unit akuntansi pengganti ECU.

Memasuki 2000-an, IMF dan Bank Dunia mengumumkan keringanan utang bagi 22 negara, termasuk 18 negara Afrika. Pada Desember 2001, China resmi bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia, menandai integrasi penuh ke ekonomi global.

Krisis keuangan global pecah pada September 2008 dengan kebangkrutan Lehman Brothers, mendorong IMF menyediakan pembiayaan sekitar 500 miliar dolar AS untuk 90 negara dan menyuntikkan 250 miliar dolad AS ke sistem global. KTT G20 di Washington pada November 2008 menjadi titik awal reformasi penguatan sistem keuangan internasional, termasuk kesepakatan penilaian sektor wajib oleh IMF.

Di era 2010-an, IMF menjalankan reformasi tata kelola yang memberikan suara lebih besar kepada negara berkembang. Krisis utang Eropa memunculkan pinjaman darurat bagi Siprus, Yunani, Irlandia, dan Portugal. Gejolak Arab Spring memicu dukungan IMF senilai 37 miliar dolar AS, disertai bantuan teknis.

Pada 2014-2015, IMF merespons wabah Ebola dengan menyalurkan 290 juta dolar AS bantuan. Tahun 2016, renminbi resmi bergabung dalam keranjang mata uang IMF, sementara pada 2018, Argentina memperoleh pinjaman hingga 57 miliar dolar AS untuk stabilisasi ekonomi.

Memasuki 2020-an, pandemi COVID-19 memicu resesi global terdalam sejak Depresi Besar. Negara-negara membekukan aktivitas ekonomi untuk mengatasi darurat kesehatan, dan IMF bergerak cepat mendukung anggota di tengah ketidakpastian besar yang membayangi prospek global.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Trio Hamdani
Anata Siregar
Trio Hamdani
EditorTrio Hamdani
Follow Us