Restoran Jepang di China Khawatir Limbah Fukushima Ancam Bisnis Mereka

Restoran mulai kekurangan pelanggan dan bahan makanan

Jakarta, IDN Times - Sejak China meningkatkan pemeriksaan improk produk laut Jepang karena masalah radiasi, Kazuyuki Tanioka telah mengkhawatirkan masa depan restoran sushi miliknya di Beijing.

Seperti kebanyakan restoran lainnya di China, Toya Tanioka yang berusia delapan tahun telah berjuang menghadapi pembatasan COVID-19 selama bertahun-tahun, yang baru mulai mereda akhir tahun lalu.

Kini, restoran tersebut harus menghadapi kekurangan pelanggan dan produk makanan laut, menjelang rencana Jepang untuk membuang limbah radioaktif dari pembangkit nuklir Fukushima ke laut.

"Saya sangat khawatir apakah kami dapat melanjutkan (bisnis). Ketidakmampuan untuk mengimpor bahan makanan benar-benar merupakan situasi hidup atau mati bagi kami," kata chef restoran berusia 49 tahun, yang berasal dari Kumamoto, Jepang selatan, dikutip Reuters.

Baca Juga: Negara Pasifik Minta Jepang Tunda Pembuangan Limbah PLTN Fukushima

1. China kecam keras rencana pembuangan limbah Fukushima

China adalah importir terbesar makanan laut Jepang. Setelah tsunami dan gempa bumi merusak PLTN Fukushima pada 2011, negara itu telah melarang impor makanan dan produk pertanian dari lima prefektur Jepang. Larangan itu kini telah diperluas lagi hingga mencakup 10 dari total 47 prefektur.

Pembatasan impor terbaru diberlakukan bulan ini setelah pengawas nuklir PBB (IAEA) menyetujui rencana Jepang untuk membuang limbah Fuksuhima. China mengecam keras tindakan tersebut, dengan mengatakan bahwa pembuangan itu akan membahayakan kehidupan laut dan kesehatan manusia.

Kekhawatiran ini dikarenakan salah satu unsur radioaktif yang disebut tritium tidak bisa dihilangkan melalui teknologi apa pun. Namun Jepang dan IAEA mengatakan bahwa limbah itu akan disaring akan diencerkan untuk mengurangi konsentrasi zat yang tersisa, sebelum kemudian dilepaskan ke laut secara perlahan.

Baca Juga: Tiga Syarat Korsel ke Jepang soal Pelepasan Air Limbah Fukushima

2. Proses bea cukai memakan waktu hingga 3 minggu

Pemeriksaan impor produk laut Jepang yang lebih ketat juga telah menyebabkan penundaan besar-besaran di bea cukai China. Selain itu, maraknya postingan di media sosial yang mengatakan bahwa makanan Jepang mengandung radioaktif dan harus diboikot, telah menyebakan banyak pelanggan menghindari makanan laut.

"Cina mengatakan itu adalah air yang terkontaminasi, sedangkan Jepang mengklaim itu adalah air yang dimurnikan," kata Kenji Kobayashi (67), pemilik restoran Jepang lainnya di Beijing. Dia mengaku telah kehilangan sepertiga pelanggannya bulan ini.

"Perbedaan antara kedua perspektif itu sangat besar, dan itu memengaruhi tingkat pemahaman."

Sementara itu, kesulitan juga tengah dialami oleh pemasok produk laut.

Seorang juru bicara pedagang produk laut mengatakan, waktu tunggu di pelabuhan China telah meningkat dari 2-7 hari menjadi sekitar tiga minggu. Ia menambahkan bahwa perusahaan berencana untuk mengatasi masalah pembatasan ini dengan mengalihkan pengiriman ke negara ketiga.

"Saat ini kami tidak memiliki pengiriman ke China," kata Tamotsu Fukuoka, direktur dan manajer umum penjualan di Aomori Chuosuisan Co, grosir makanan laut yang berbasis di Jepang utara.

"Jika produk dihentikan di bea cukai, kami harus mengeluarkan banyak uang untuk biaya pekarangan dan penyimpanan, dan itu adalah sesuatu yang tidak ingin kami lihat."

3. Restoran akan mengadaptasi menu dan mengambil bahan dari tempat lain

Sementara pejabat Jepang telah mengimbau rekan-rekan China agar tidak menerapkan larangan impor terhadap produk mereka, beberapa pengunjung China mengatakan mereka menyetujui pemeriksaan yang lebih ketat.

"Pemerintah mana pun harus bertanggung jawab atas keselamatan warganya. Karena kebijakan pemerintah, kami merasa nyaman," kata Duan, pengunjung di sebuah restoran Jepang di Beijing.

Menanggapi situasi sulit tersebut, beberapa pemilik restoran Jepang memutuskan untuk mengadaptasi menu mereka dan mengambil bahan dari tempat lain.

"Fokus utama kami adalah mencari sumber makanan laut di China atau mengambil dari pemasok asing lainnya," kata Tanioka. “Jika upaya ini berhasil, ada kemungkinan bisnis kami dapat berlanjut di masa mendatang.”

Baca Juga: 5 Fakta Bencana Nuklir Fukushima, Mengerikan!

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya