ilustrasi belanja (pexels.com/MaxFischer)
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan fenomena rojali sudah lama terjadi di Indonesia. Namun, jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan tren ini semakin marak, salah satunya adalah melemahnya daya beli masyarakat.
“Penyebabnya beragam. Untuk kalangan menengah ke atas, mereka menjadi lebih hati-hati dalam berbelanja, apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi atau mikroekonomi global. Itu bisa memengaruhi keputusan mereka untuk belanja atau berinvestasi,” ujar Alphonzus.
Sementara dari sisi kelas menengah ke bawah, fenomena rojali lebih disebabkan oleh menurunnya daya beli, sehingga masyarakat cenderung memilih produk dengan harga satuan yang lebih murah.
Meskipun jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan tetap meningkat, pertumbuhannya tidak signifikan. Yang mengalami perubahan justru adalah pola belanjanya.
“Pola belanjanya bergeser. Konsumen sekarang jadi lebih selektif. Kalau barangnya tidak perlu, ya tidak dibeli. Kalaupun belanja, mereka memilih produk dengan harga satuan yang lebih murah. Jadi, ini fenomena yang memang sedang terjadi,” tuturnya.