Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), David Sumual (IDN Times/Jujuk Erna)
Hal senada diungkapkan Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA, David Sumual. Dia mengatakan, fenomena rojali terlihat di mal atau pusat-pusat perbelanjaan akibat menurunnya konsumsi kalangan kelas menengah.
"Rojali ini memang kelihatan di mal-mal," kata dia dalam Editors Briefing Bank Indonesia di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) akhir pekan lalu.
Big data BCA menunjukkan, belanja masyarakat sejak awal tahun hingga Juni 2025 trennya menurun. Ini terutama terjadi pada konsumen kelas menengah ke atas, yang berkontribusi sebesar 70 persen terhadap konsumsi dalam negeri.
Menurut David, masyarakat saat ini lebih berhati-hati membelanjakan uangnya, terutama untuk barang mahal atau bermerek. Kebanyakan masyarakat ke mal hanya untuk makan atau mencari barang diskon.
Mereka lebih memilih menginvestasikan uangnya ke surat berharga atau emas karena imbal hasil yang ditawarkan.
"Instrumen investasi posisinya lagi menarik bagi mereka, jadi mereka (membelanjakan uangnya) ke sana dulu," ujarnya.
Bahkan, dia menambahkan, suplier produk mewah yang sempat dia temui menyatakan kondisi saat ini mirip dengan krisis moneter 1998.
"Saya ketemu suplier produk luxurious tas, arloji, mereka merasakan (konsumsi masyarakat melemah). Para pemegang merek (mengatakan), 'kok mirip-mirip waktu krisis, agak melemah'," tuturnya.
Kendati demikian, David meyakini, kondisi ini kan membaik pada semester II-2025. Hal itu didukung meredanya faktor eksternal seperti tarif Trump dan geopolitik, ditambah kebijakan pemerintah untuk mendongkrak daya beli masyarakat.
"Apalagi pemerintah mulai belanja dan ada stimulus juga, saya pikir kondisi semester II akan beda jauh dengan semester I (membaik)," ucap David.