Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fenomena Rojali, Mendag: Konsumen Bebas Pilih Beli Online atau Offline

Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso saat mengunjungi salag satu UMKM di Kota Surabaya, Selasa (3/6/2025).  (Dok. Istimewa)
Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso saat mengunjungi salag satu UMKM di Kota Surabaya, Selasa (3/6/2025).  (Dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Masyarakat bebas memilih belanja online atau offline
  • Tidak ada yang salah dengan fenomena rojali, konsumen ingin memastikan kualitas barang secara langsung
  • Ada beberapa faktor penyebab tren rojali, termasuk melemahnya daya beli masyarakat

Jakarta, IDN Times – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan fenomena rombongan jarang beli atau yang dikenal dengan istilah rojali di pusat perbelanjaan bukanlah hal baru.

Rojali merujuk pada perilaku konsumen yang datang ke pusat perbelanjaan seperti mal hanya untuk melihat-lihat barang tanpa melakukan pembelian. Kalaupun ada transaksi, jumlahnya cenderung kecil.

1. Masyarakat memiliki kebebasan untuk berbelanja daring atau offline

Pakuwon Mall Solo Baru (instagram.com/pakuwonmallsolobaru)
Pakuwon Mall Solo Baru (instagram.com/pakuwonmallsolobaru)

Menurut Budi, masyarakat memiliki kebebasan untuk menentukan cara berbelanja, baik secara daring maupun luring.

Melihat produk di mal lalu membelinya secara daring adalah hal yang wajar, karena konsumen ingin memastikan kualitas barang secara langsung.

"Kan kita bebas, ya. Mau beli di online, mau beli di offline, itu bebas. Dari dulu juga sudah ada (perilaku seperti ini)," ujar Budi di Jakarta, Rabu (tanggal).

2. Tidak ada yang salah dengan fenomena rojali

ilustrasi wanita belanja di mall (freepik.com/freepik)
ilustrasi wanita belanja di mall (freepik.com/freepik)

Ia menambahkan, sebagian besar konsumen memang ingin melihat barang secara langsung untuk memastikan keaslian, harga, dan kualitasnya.

Menurut Budi, tidak ada yang salah dari fenomena tersebut. Selain itu, pemerintah tidak bisa mengintervensi masyarakat dengan mewajibkan pembelian hanya di mal atau toko fisik lainnya.

"Dari dulu juga begitu, orang kalau mau belanja pasti dicek dulu. Mereka ingin tahu apakah barangnya bagus, bagaimana harganya. Jangan sampai nanti malah dapat barang palsu atau barang rekondisi. Jadi, wajar kalau dicek dulu," jelasnya.

3. Ada beberapa faktor penyebab tren rojali

ilustrasi belanja (pexels.com/MaxFischer)
ilustrasi belanja (pexels.com/MaxFischer)

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan fenomena rojali sudah lama terjadi di Indonesia. Namun, jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan tren ini semakin marak, salah satunya adalah melemahnya daya beli masyarakat.

“Penyebabnya beragam. Untuk kalangan menengah ke atas, mereka menjadi lebih hati-hati dalam berbelanja, apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi atau mikroekonomi global. Itu bisa memengaruhi keputusan mereka untuk belanja atau berinvestasi,” ujar Alphonzus.

Sementara dari sisi kelas menengah ke bawah, fenomena rojali lebih disebabkan oleh menurunnya daya beli, sehingga masyarakat cenderung memilih produk dengan harga satuan yang lebih murah.

Meskipun jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan tetap meningkat, pertumbuhannya tidak signifikan. Yang mengalami perubahan justru adalah pola belanjanya.

“Pola belanjanya bergeser. Konsumen sekarang jadi lebih selektif. Kalau barangnya tidak perlu, ya tidak dibeli. Kalaupun belanja, mereka memilih produk dengan harga satuan yang lebih murah. Jadi, ini fenomena yang memang sedang terjadi,” tuturnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us