Gak Bisa Petik 20 Kg Ceri per Jam, 5 TKI di Inggris Dipecat

- TKI di Inggris diberhentikan karena tidak mampu memetik buah dengan cepat
- Para TKI dipecat setelah 5-6 minggu bekerja dan dipesankan tiket pulang keesokan harinya
- Dugaan pungutan biaya ilegal di Indonesia memunculkan risiko eksploitasi dalam skema pekerja musiman
Jakarta, IDN Times - Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang telah merogoh kocek ribuan poundsterling untuk berangkat ke Inggris dipecat, dengan alasan tidak mampu memetik buah dengan cepat. Para TKI tersebut ke Inggris untuk bekerja di sebuah lahan perkebunan yang biasa menyuplai buah ke supermarket besar di sana.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari The Guardian, perkebunan itu adalah Haygrove yang berlokasi di Kota Hereford dan menjadi pemasok buah-buahan ke supermarket di Inggris.
Pengelola perkebunan tersebut mengaku memberikan surat peringatan kepada lima orang TKI tentang kecepatan memetik buah sebelum memberhentikan mereka, tepatnya pada 5-6 minggu setelah mereka bekerja. Para TKI tersebut langsung dipesankan tiket pulang oleh perekrut mereka keesokan harinya.
1. Target memetik ceri 20 kilogram per jam
Kepada The Guardian, para TKI yang dipecat itu mengaku diberikan target memetik 20 kilogram ceri per jam. Salah satu TKI pun mengaku kesulitan mencapai target tersebut.
"Sangat sulit memenuhi target karena buah yang dihasilkan semakin sedikit dari hari ke hari," katanya, dikutip Senin (22/7/2024).
Terkait target tersebut, Direktur Pelaksana Pertanian di Haygrove, Beverly Dixon mengungkapkan kepada The Guardian, bahwa pihaknya secara konsisten harus membayar upah para TKI tersebut meskipun kinerjanya buruk. Selain itu, Dixon mengakui bahwa Haygrove telah mendukung para TKI itu untuk mencoba meningkatkan kinerjanya.
"Target ditetapkan berdasarkan standar yang dapat dicapai dengan mayoritas pemetik terkadang mencapai target lebih dari dua kali lipat dalam kecepatan yang sama," kata Dixon.
2. Kelima TKI tiba di Inggris pada Mei dan dipecat akhir Juni
Para TKI yang terdiri dari lima laki-laki tersebut tiba di Inggris pada pertengahan Mei 2024 dan semuanya dipecat dari Haygrove pada 24 Juni 2024.
Mereka dipecat setelah memperoleh penghasilan antara 2.555 poundsterling hingga 3.874 poundsterling atau Rp53,61 juta sampai Rp81,29 juta.
Meski begitu, kelima TKI tersebut harus rela upahnya dipotong untuk biaya datang ke Inggris dan juga biaya hidup sehingga sebagian dari mereka mengaku terlilit utang.
Sejatinya, kelima TKI tersebut mesti pulang ke Indonesia pada 25 Juni. Namun, dua orang TKI kabur ke London dan menolak pulang. Mereka kini telah diberikan pekerjaan baru di sebuah rumah pengepakan setelah Andy Hall, aktivis kesejahteraan migran setempat turun tangan.
"Skandal ini sekali lagi menunjukkan bahwa seluruh beban dan berbagai risiko yang terkait dengan skema pekerja musiman di Inggris tidak dibebankan pada supermarket, pertanian, operator skema atau pelaku rantai pasokan lainnya, tetapi pada pekerja rentan dari luar negeri," tutur Hall.
3. Jual aset demi bisa kerja di Inggris

Salah satu TKI mengungkapkan kepada The Guardian telah menjual tanah milik keluarga, motornya, dan motor orang tuanya demi mendapatkan ongkos sebesar 2.000 poundsterling atau Rp41,95 juta untuk bisa berangkat dan bekerja di Inggris. Dia pun kini harus merasakan hidup sebagai penggangguran dengan sedikit uang di negeri orang.
Di Indonesia, TKI tersebut memiliki penghasilan Rp2,095 juta per bulan dari berjualan makanan. Dia pun mengatakan, orang tuanya sangat kecewa lantaran dia telah menjual semuanya demi bisa membantu keluarganya.
"Saya sekarang bingung, kecewa, dan marah atas situasi ini. Saya tidak punya pekerjaaan di Indonesia dan saya telah mengeluarkan semua uang saya untuk datang ke Inggris," ujarnya.
The Guardian pun telah berbicara kepada para TKI yang dipecat tersebut dan mendapati adanya bukti pembayaran kepada pihak ketiga sebesar lebih dari 1.000 poundsterling atau Rp20,96 juta untuk biaya penerbangan dan visa kepada perekrut berlisensi.
Dugaan adanya pungutan liar di Indonesia kemudian memunculkan pertanyaan tentang risiko eksploitasi dalam skema pekerja musiman, yang memberikan pekerja dari negara asing visa enam bulan untuk bekerja di pertanian, tetapi membuat mereka menanggung semua risiko keuangan.
4. Investigasi pemungutan biaya ilegal di Indonesia

Investigasi Otoritas Gangmaster dan Penyalahgunaan Tenaga Kerja (GLAA) pun telah dibuka bulan lalu. Investigasi tersebut difokuskan pada tuduhan atas pemungutan biaya ilegal di Indonesia.
Sejalan dengan itu, Dixon mengatakan, Haygrove sangat prihatin mendengar dugaan permasalahan keuangan yang dihadapi oleh para pekerja Indonesia, khususnya jika satu atau lebih dari mereka membayar perekrut ilegal di Indonesia. Dixon pun mengakui Haygrove sepenuhnya mendukung investigasi GLAA.
The Guardian mengungkap, banyak TKI datang ke Inggris dengan utang hingga 5.000 poundsterling atau Rp104,77 kepada broker asing tak berizin pada 2022. Utang tersebut ditujukan kepada pihak ketiga, dan AG, agen Inggris yang secara resmi merekrut mereka dan kini kehilangan izinnya sebagai sponsor pekerja musiman.
Sejak saat itu, Indonesia dianggap sebagai negara yang berisiko untuk merekrut tenaga kerja, tetapi jalur tersebut dibuka kembali tahun ini oleh perekrut baru dari Inggris, Agri-HR. Perusahaan ini bekerja sama dengan agen Indonesia, PT Mardel Anugerah, yang juga memperoleh lisensi untuk merekrut TKI ke Inggris dan didukung oleh kedutaan besar Indonesia.
Namun, para pekerja menuduh Forkom yang mengatakan bisa membawa mereka ke Inggris lebih cepat. Forkom sendiri merupakan pihak ketiga di Indonesia dengan klaim sebagai pusat komunikasi bagi warga Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri, merekrut pekerja, dan mengenakan biaya. Adapun merekrut tanpa lisensi adalah tindakan ilegal menurut hukum Inggris dan Indonesia.
“Mendengar tuduhan ini, Agri-HR segera menghubungi GLAA dengan permintaan untuk menyelidiki klaim ini. GLAA mewawancarai beberapa pekerja pada hari yang sama dan melanjutkan penyelidikan mereka. Wawancara lebih lanjut terhadap pekerja telah dilakukan dan dijadwalkan," kata Agri-HR.
5. Forkom menekan keluarga para pekerja yang dipecat
Para pekerja mengatakan bahwa Forkom mendorong anggotanya untuk memberikan tekanan pada keluarga para pemetik yang dipecat dan melarikan diri. Tekanan itu berupa intimidasi terhadap keluarganya di Indonesia berupa kunjungan ke rumah pada pukul 3 pagi.
Dalam pesan kepada grup WhatsApp Forkom yang berisi pekerja yang direkrut Agus Hariyono, selaku ketuanya, mendorong mereka yang masih berada di Indonesia untuk menekan para pria yang melarikan diri ke Inggris dengan mendatangi rumah keluarga mereka.
Dalam panggilan video lanjutan kepada para anggota, dia kemudian diduga meminta para pekerja untuk menghapus catatan tentang uang yang dibayarkan kepada Forkom.
Hariyono pun mengatakan, organisasinya merupakan forum sosial yang dibentuk bagi WNI pemegang visa pekerja musiman setelah beberapa dari mereka tidak kembali pada 2022 dan itu berarti jalur visa bagi pekerja Indonesia ditutup.
Hariyono mengatakan, seorang pekerja “menitipkan dana” kepada Forkom, tetapi “itu dimaksudkan sebagai deposit” dan dana tersebut dikembalikan ke rekeningnya untuk membayar PT Mardel Anugerah secara langsung.
Hariyono mengatakan, tekanan yang disebut pekerja merupakan sebuah pesan dari Forkom kepada keluarga agar mendorong mereka yang diberangkatkan untuk kembali ke Indonesia dan mencegah terulangnya peristiwa 2022 di mana satu dari lima orang melebihi masa berlaku visa mereka.
Delif Subeki dari PT Mardel Anugerah, mengatakan bahwa agen perekrutannya diperkenalkan ke Forkom oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) dan berkomitmen untuk memberikan prioritas kepada para anggotanya.
Subeki mengatakan, pihaknya memberi tahu dengan jelas kepada para pelamar bahwa pihaknya tidak menggunakan pihak ketiga mana pun untuk perekrutan dan tidak boleh membayar biaya apa pun.