Gara-gara Kelebihan Pasokan Listrik, Keuangan PLN Nyaris Ambruk

Jakarta, IDN Times - Penurunan permintaan listrik menyebabkan PLN harus menanggung beban kelebihan pasokan listrik yang besar. Kondisi itu menyeret keuangan perusahaan, bahkan kinerja perusahaan nyaris ambruk.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan pada 2021, pasokan listrik di Pulau Jawa mencapau 7 gigawatt (GW). Padahal, pemakaiannya hanya 1,1 GW. Sehingga, ada kelebihan pasokan 6 GW.
“Tentu saja pada waktu itu diprediksi kondisi keuangan PLN akan ambruk pak dengan kondisi yang sangat sulit itu. Topi kami, pertama, tentu meningkatkan demand pak dengan berbagai upaya yang tadi kami paparkan,” kata Darmawan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (5/7/2023).
1. PLN putar otak naikkan permintaan listrik

Untuk menyelamatkan kinerja keuangan, PLN berupaya meningkatkan permintaan listrik. Misalnya dengan memberikan diskon untuk tambah daya, mendorong gaya hidup penggunaan produk-produk berbasis listrik, dan juga menggencarkan penggunaan listrik PLN di kawasan-kawasan industri.
"Upayanya ada beberapa, seperti captive acquisition, kemudian juga kami menfasilitasi program diskon untuk tambah daya, kami juga melakukan electrifying lifestyle, electrifying agriculture, electrifying marine, kemudian juga hilirisasi pengembangan kawasan industri," tutur Darmawan.
Menurutnya, upaya itu cukup berhasil meningkatkan penjualan listrik hingga 6 persen pada 2022.
"Itu 274 Terawatt-hour (TWh), ini lebih tinggi 16,1 Twh atau setara dengan penambahan revenue skeitar Rp2,2 triliun dibanding 2021. Bahkan ini lebih tinggi sekitar 10,7 Twh dibanding RKAP kami, yaitu hanya sekitar 263 Twh," ucap Darmawan.
2. PLN berupaya kurangi pasokan listrik dari pembangkit swasta

Selain meningkatkan permintaan, PLN juga berupaya mengurangi kelebihan pasokan listrik dengan penangguhan tambahan pasokan dari pembangkit listrik swasta atau independent power producer (IPP).
Adapun pasokan listrik dari IPP menjadi salah satu penyebab PLN menanggung beban kelebihan pasokan listrik. Sebab, selama ini, PLN dan IPP menggunakan skema take or pay, di mana PLN wajib menyerap listrik yang diproduksi IPP sesuai kontrak, meski permintaannya menurun. Jika tak diserap, maka PLN harus membayar pinalti.
“Secara bersamaan kami mendatangi IPP di mana pembangkitnya akan masuk ke ekosistem kami dan kami menyampaikan apa adanya, kontrak PPA-nya itu dulu dengan asumsi yang ada itu fair. Tapi sejalan dengan berjalannya waktu ternyata asumsi itu tidak terpenuhi sehingga demand risk ada di kami, maka ini menjadi beban bagi PLN,” tutur Darmawan.
PLN pun kini berupaya mengurangi kontrak dengan IPP yang menggunakan skema take or pay tersebut.
“Untuk itu kami mengajukan penangguhan agar pembangkitnya masuknya bisa ditunda, atau kontraknya take or pay-nya bisa dikurangi. Dan itu ada yang berhasil ditunda 2 tahun, ada yang 16 bulan, ada 18 bulan dan kemudian ada kontraknya bisa dikurangi sehingga pengurangan take or pay yang berhasil kami renegosiasikan itu Rp47 triliun,” ucap Darmawan.
3. PLN bukukan kinerja positif di 2022

Meski kinerja keuangan PLN sempat ambruk, Darmawan mengatakan upaya yang dilakukan di atas berhasil memperbaiki kinerja keuangan perusahaan di tahun 2022.
“Berbagai effort dampaknya sangat terasa, di 2022 memang laoran keuangan kami adalah laproan keuangan terbaik dalam sejarah PLN dalam kondisi COVID-19,” kata Darmawan.