GoTo-Grab Terus Diisukan Merger, Haruskah Bergabung?

- Isu merger GoTo-Grab dibantah kedua perusahaan, baik GoTo maupun Grab enggan mengonfirmasi kebenaran rumor yang beredar.
- Isu kedua merger GoTo-Grab berembus Mei 2025 setelah kurang lebih setahun tidak ada kabar lanjutnya, namun GoTo kembali membantah kabar tersebut.
- Grab memberikan klarifikasi ke pasar modal Amerika Serikat (AS) bahwa tidak ada aksi korporasi tersebut untuk saat ini. Isu merger bikin resah driver ojol dan bisa kurangi pendapatan pengemudi.
Jakarta, IDN Times - Dua perusahaan ride hailing besar di Indonesia, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab Indonesia terus diterpa isu merger. Isu itu berembus dua kali dalam dua tahun terakhir, tetapi kedua perusahaan yang identik dengan warna hijau tersebut kompak membantahnya.
Isu merger GoTo–Grab yang pertama merebak pada Februari 2024. Hal tersebut jadi topik pembicaraan setelah laporan Bloomberg yang dikutip dari Tech in Asia menyebutkan, GoTo dan Grab membuka kembali pembicaraan untuk merger setelah pertama kali dilakukan empat tahun lalu atau pada 2020.
Menurut sumber anonim, GoTo dan Grab tengah dalam tahap pembicaraan mengenai opsi yang dipilih untuk merger. Salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah Grab mengakuisisi GoTo menggunakan uang tunai, saham, atau bahkan keduanya.
GoTo pun disebut semakin terbuka dengan rencana merger tersebut setelah penunjukkan Patrick Walujo sebagai CEO pada tahun sebelumnya atau 2023.
1. Isu merger dibantah kedua perusahaan

Kendati demikian, baik GoTo maupun Grab sama-sama enggan mengonfirmasi perihal rumor tersebut. GoTo bahkan secara tegas menyatakan tidak dalam posisi mendiskusikan kemungkinan merger dengan Grab.
"Kami tidak mengomentari rumor yang beredar di pasar. Saat ini tidak ada diskusi terkait hal tersebut," kata Head of Corporate Communications GoTo, Sinta Setyaningsih saat dihubungi IDN Times, Senin, 12 Februari 2024.
Sementara itu, Grab pun enggan mengonfirmasi kebenaran rumor yang beredar tersebut.
"Kami tidak berkomentar mengenai rumor atau spekulasi yang beredar," ujar Chief Communications Officer Grab Indonesia, Mayang Schreiber.
Adapun sebelumnya, pada akhir 2020 silam, GoTo dan Grab disebut telah menyepakati beberapa bagian yang masuk dalam potensi kesepakatan.
Namun, Gojek akhirnya memilih merger dengan e-commerce unicorn Tokopedia dan kemudian go public dengan nama GoTo Group. Kemudian Tokopedia pun telah bergabung dengan induk TikTok, ByteDance yang menandai kembalinya TikTok Shop di Indonesia.
Di sisi lain, Grab dikabarkan sedang dalam pembicaraan untuk mengakuisisi platform pesan antar makanan Foodpanda. Jika kesepakatan ini terwujud, maka Grab akan menjadi pemimpin pengiriman makanan yang tak terbantahkan di Asia Tenggara.
2. Isu kedua merger GoTo-Grab berembus Mei 2025

Setelah kurang lebih setahun tidak ada kabar lanjutnya, isu merger GoTo-Grab kembali berembus pada Mei 2025.
Kabar tersebut bermula dari pemberitaan media asing yang kemudian ramai dikutip oleh media lokal. Pemberitaan tersebut menyatakan, GoTo tengah dalam tahap segera merampungkan proses merger dengan Grab.
Sama seperti sebelumnya, GoTo pun kembali membantah kabar tersebut.
"Sebagaimana telah kami jelaskan pada keterbukaan yang kami sampaikan sebelumnya, belum ada kesepakatan antara Perseroan dengan pihak manapun untuk melakukan transaksi sebagaimana telah dispekulasikan di media massa," kata Corporate Secretary GoTo, RA Koesoemohadiani, dikutip dari keterbukaan informasi situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Di sisi lain, Koesoemohadiani menyampaikan, GoTo menerima banyak tawaran dari pihak-pihak yang ingin merger.
“Perseroan hendak memberikan klarifikasi bahwa dari waktu ke waktu Grup menerima penawaran-penawaran dari berbagai pihak," kata Koesoemohadiani.
Direksi Perseroan, kata Koesoemohadiani, memiliki kewajiban menjajaki secara menyeluruh dan mengevaluasi dengan cermat serta penuh kehati-hatian berbagai penawaran tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan nilai jangka panjang bagi seluruh pemegang saham Perseroan, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi mitra pengemudi, mitra UMKM, pelanggan, karyawan dan seluruh pemangku kepentingan kunci.
"Namun demikian, sampai dengan tanggal keterbukaan informasi ini, Perseroan belum mencapai keputusan apapun terkait penawaran yang mungkin telah diketahui atau diterima oleh Perseroan," kata dia.
3. Grab berikan klarifikasi ke pasar modal Amerika Serikat (AS)

Isu merger GoTo dan Grab mendapatkan perhatian dari pasar modal Amerika Serikat (AS). Hal itu lantaran Grab Holdings Limited telah go public di sana. Grab pun menyatakan dengan tegas tidak ada aksi korporasi tersebut untuk saat ini.
Pernyataan itu disampaikan Grab Holdings Limited kepada otoritas pasar modal Amerika Serikat (AS) dan ditegaskan melalui Country Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi kepada awak media. Menurutnya, laporan itu disampaikan ke United States Securities and Exchange Commission (SEC) pada awal Juni 2025 dan informasinya dapat diakses langsung publik.
"Kalau dilihat bahwa ada sejumlah laporan media kalau kita (Grab) terlibat diskusi untuk transaksi potensial dengan GoTo. Namun, kedua pihak saat ini tidak sedang melakukan pembicaraan apa pun, dan Grab belum menandatangani kesepakatan apa pun. Mudah-mudahan ini bisa menjawab bahwa tidak ada pembicaraan dan tidak ada agreement antara kami dan GoTo," tutur Neneng, dikutip Senin (16/6).
Neneng menjelaskan, Grab tetap menjalankan strategi investasi secara hati-hati dengan menekankan pertumbuhan organik dan selektif terhadap peluang non-organik.
“Kami akan terus menjaga standar yang tinggi dalam penggunaan modal kami, menerapkan pendekatan yang seimbang dalam berinvestasi untuk pertumbuhan organik yang menguntungkan, serta sangat selektif terhadap peluang non-organik sesuai dengan kerangka alokasi modal kami," ujar Neneng.
"Indonesia tetap menjadi negara yang penting dalam menjalankan misi kami, seiring kami terus memperhatikan pelanggan, mitra pengemudi, dan mitra merchant kami di Indonesia," sambung dia.
4. Isu merger GoTo-Grab bikin resah driver ojol

Isu merger GoTo-Grab lantas menimbulkan keresahan di kalangan pengemudi ojek online (ojol) dari dua perusahaan tersebut.
Perkumpulan Online Roda Dua Se-Jawa Barat atau POROS, bahkan mengaku mengirim surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan soal isu merger GoTo-Grab.
POROS melihat tindakan itu akan menghilangkan keberadaan perusahaan karya anak bangsa yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Asal tahu saja, Grab merupakan perusahaan ride hailing asal Singapura.
“Ini bukan masalah tentang unsur penolakan kepada pihak asing, tapi ini demi kehormatan dan kemartabatan bangsa Indonesia, serta jiwa nasionalisme kami yang besar terhadap Negara,” kata Ketua Umum POROS Jabar, Nurman Jaelani.
Penolakan juga disampaikan komunitas pengemudi ojol yang tergabung dalam Driver Online Bersatu Bergerak (DOBRAK). Koordinator komunitas DOBRAK, Eeng meminta pemerintah menghadang rencana merger tersebut.
“Terindikasi ada langkah sistemik dalam hal penguasaan bisnis digital oleh kapital asing, bukan dengan senjata melainkan dengan modal, algoritma dan dominasi platform. Pemerintah harus hadir dan mengambil sikap menutup celah yang bisa digunakan untuk tumbuh dan berkembang lalu menguasai seluruh objek vital tulang punggung ekonomi digital nasional,” tutur Eeng.
5. Merger bisa kurangi pendapatan pengemudi

Penolakan merger GoTo-Grab juga turut disampaikan Koalisi Ojol Nasional (KON). Menurut mereka, penggabungan tersebut berpotensi memberikan dampak negatif terhadap jutaan mitra pengemudi dan pelaku UMKM yang menggantungkan hidupnya pada layanan digital kedua perusahaan.
Ketua Presidium KON, Andi Kristiyanto mengatakan, merger ini bisa memicu lahirnya kebijakan baru yang memperketat sistem pemesanan, menekan tarif, dan pada akhirnya mengurangi pendapatan pengemudi.
“Ini bukan sekadar urusan bisnis, tapi menyangkut keberlangsungan hidup para mitra. Pascamerger, pengemudi bisa menjadi korban efisiensi perusahaan,” ujar Andi dalam keterangan tertulis.
Tak hanya itu, KON juga memperingatkan potensi lonjakan pengangguran akibat pemutusan kemitraan secara masif. Oleh karena itu, KON mendesak pemerintah untuk hadir sebagai regulator aktif dan melakukan pengawasan ketat atas proses ini.
“Kementerian Komdigi serta Kementerian Koperasi dan UKM harus turun tangan. Ini menyangkut perlindungan data pengguna, keberlangsungan UMKM, hingga nasib pekerja digital di akar rumput,” kata Andi.
6. Merger berpotensi monopoli pasar dan merugikan konsumen

Di sisi lain, jika merger GoTo dan Grab benar-benar terjadi, maka berpotensi menimbulkan monopoli pasar angkutan sewa khusus yang ada di Indonesia. Potensi itu muncul karena keduanya memiliki pangsa pasar yang sangat besar di dalam negeri.
Director of Digital Economy Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan, atas potensi tersebut maka sudah sepantasnya merger GoTo dan Grab tidak boleh dilakukan.
"Dengan pangsa pasar yang besar, lebih dari 80 persen dikuasai oleh Gojek-Grab di Indonesia, maka merger ini bisa menghasilkan pemain tunggal dominan. Harusnya tidak diperbolehkan untuk merger antara Gojek-Grab karena pada jangka waktu tertentu pasti konsumen yang akan dirugikan. Mereka bisa jadi price setter. Konsumen tidak punya kekuatan lagi," tutur Huda.
Selain itu, Huda juga menilai, jika merger GoTo-Grab dilakukan maka yang paling dirugikan adalah konsumen. Huda juga mempertanyakan motif dilakukannya aksi korporasi ini karena tidak ada kebutuhan untuk melakukan penggabungan usaha
“Kalau merger kan selalu ada kebutuhan ya. Kebutuhannya apa sih. Dulu dua unicorn kita merger karena mau menambah valuasinya. Nah ini yang kita lihat motifnya apa? Kalau merger gimana?” tutur Huda.
Senada dengan Huda, Pengamat ekonomi dari Segara Institute, Piter Abdullah mengkhawatirkan merger akan membawa dampak yang buruk bagi dunia usaha dalam negeri.
Dari empat pemain besar di industri ini, dia menyebut tiga di antaranya adalah pemain asing dan hanya satu sebagai pemain lokal.
“Dari empat pemain besar itu, satu kita anggap sebagai pemain lokal, tiga itu asing dan asing ini dia menguasai pasar global. Yang lokal ini baru nyoba nyeberang, itupun balik lagi. Ini harus diperhatikan benar. Jadi kalo kita bicara tentang pasar, ada kecenderungan (pemain asing ini) untuk menguasai pasar dengan berbagai cara dan di sini pemerintah harus menjaga posisinya sebagai wasit," papar Piter.
Menurut Piter, penggabungan dilakukan untuk memperluas usaha atau ekosistem seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Namun, penggabungan dua perusahaan ini berada di industri yang sama, bahkan mirip. Piter pun menilai pemerintah harus bergerak cepat merespons isu merger tersebut.