Ada Pajak karbon, Harga BBM dan Elpiji Bakal Naik

Pengenaan pajak karbon berpengaruh baik di hulu maupun hilir

Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, penerapan pajak karbon (carbon tax) bakal berpengaruh pada kenaikan biaya dan harga baik di sektor hulu dan hilir bagi pemasar energi yang menghasilkan karbon.

"Ini tentu akan menyebabkan kenaikan harga baik di sisi hulu maupun di hilir bagi pemasar yang menghasilkan karbon", kata Arifin Tasrif seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Sabtu (20/11/2021).

Arifin menyampaikan hasil exercise internal Kementerian ESDM dengan menujukkan tiga skema perhitungan dasar atas penerapan pajak karbon di sektor energi, yakni 2 dolar AS per ton (Rp30/kg CO2e), 5 dolar AS per ton (Rp75/kg CO2e), dan 10 dolar AS per ton (Rp150/kg CO2e).

Baca Juga: COP26: Uni Eropa Minta Semua Negara Terapkan Pajak Karbon

1. Penerapan pajak karbon bakal berimbas pada kenaikan harga BBM dan LPG

Ada Pajak karbon, Harga BBM dan Elpiji Bakal NaikIlustrasi pengisian BBM di SPBU Pertamina. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Secara rinci, terdapat tambahan biaya dari sisi produksi maupun tambahan harga oleh produsen yang menghasilkan emisi seperti batu bara, minyak, dan gas bumi seiring diberlakukannya pengenaan pajak karbon. Konsumen akan terdampak di kenaikan harga BBM dan dan liquefied petroleum gas (LPG) alias elpiji.

Sebagai contoh, jika pajak karbon ditetapkan sebesar 2 dolar AS per ton atau Rp30 per kg CO2e, maka terdapat tambahan biaya 0,1 dolar AS per ton dari sisi produksi batu bara dengan intensitas emisi 38,3 Kg CO2/ton dan produksi minyak dengan intensitas emisi 46 kg Co2/barel.

Selanjutnya dari sisi produksi gas bumi yang memiliki intensitas emisi sebesar 6.984 kg CO2/MMSCF akan dibebankan tambahan biaya 0,01 dolar AS/MSCF.

Sementara dari sisi konsumen akan ada potensi peningkatan biaya tambahan harga sebesar Rp64 per liter dari BBM yang memiliki intensitas 2,13 kg CO2/liter. Untuk konsumen gas atau LPG terdapat tambahan harga sebesar Rp1.638/MSCF untuk gas dengan intensitas emisi 54,6 kg CO2/MSCF dan Rp38/kg untuk LPG dengan intensitas emisi 1,26 kg CO2/kg.

Pengenaan pajak karbon juga berdampak pada tambahan biaya pada sisi konsumen batu bara. Terdapat tambahan biaya pembangkit sebesar Rp29/kWh dan tambahan di industri sebesar 5 dolar AS per ton dengan intensitas emisi 2.526 kg CO2/ton atau 0,95 kg CO2/kWh.

Baca Juga: Kehadiran UU HPP Dongkrak Penerimaan Pajak Tahun Depan

2. Pendapatan negara bakal meningkat seiring berlakunya pengenaan pajak karbon

Ada Pajak karbon, Harga BBM dan Elpiji Bakal NaikIlustrasi Penerimaan Pajak. (IDN Times/Arief Rahmat)

Dari sektor ketenagalistrikan, jika asumsi penjualan listrik negara 265,85 TWh dengan besaran produksi CO2e mencapai 5,33 ton per tahun, maka pengenaan pajak karbon senilai 1 dolar AS per ton akan meningkatkan pendapatan negara senilai Rp76,49 miliar.

Hal ini seiring juga dengan penambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik senilai Rp76,49 miliar, dan penambahan subsidi listrik senilai Rp20,46 miliar serta kompensasi senilai Rp61,38 miliar.

3. Pemerintah resmi berlakukan pajak karbon

Ada Pajak karbon, Harga BBM dan Elpiji Bakal NaikIlustrasi Pajak Karbon (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebagai informasi, pemerintah resmi berlakukan pajak karbon. Sesuai dengan Undang-Undangan No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan memperhatikan peta jalan pajak karbon yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau peta jalan pasar karbon.

Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp30,00 per kg CO2e dimana berlaku pada 1 April 2022 di subsektor PLTU batu bara dengan skema cap & tax. Subjek pajak karbon sendiri merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan karbon.

Baca Juga: Pajak Karbon  Bakal Dikenakan Pada WP Orang Pribadi

Topik:

  • Hana Adi Perdana
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya