ilustrasi anggaran (IDN Times/Aditya Pratama)
Pemerintah China kini menggencarkan strategi fiskal untuk menghidupkan kembali konsumsi rumah tangga. Fokus kebijakan bergeser dari sisi produksi ke sisi permintaan, mencerminkan urgensi menjaga momentum pertumbuhan di tengah tekanan eksternal. Langkah ini dipandang krusial untuk mencegah perlambatan yang lebih dalam.
Dalam laporan kerja tahunan yang disampaikan Maret lalu, Premier Li Qiang menyebut peningkatan konsumsi sebagai prioritas utama tahun ini. Pemerintah menargetkan pertumbuhan sekitar 5 persen, angka yang dinilai ambisius di tengah tantangan global.
“Kata ‘konsumsi’ disebut 27 kali dalam laporan itu, jumlah tertinggi dalam satu dekade,” kata Laura Wang dari Morgan Stanley.
Stimulus terbaru datang dalam bentuk perluasan program subsidi trade-in, dengan anggaran melonjak dua kali lipat menjadi 300 miliar yuan (sekitar Rp689,4 triliun). Subsidi ini akan menanggung 15 hingga 20 persen harga pembelian untuk produk-produk tertentu seperti ponsel kelas menengah dan peralatan rumah tangga. Skema ini merupakan perluasan dari program tahun lalu yang hanya mengalokasikan 150 miliar yuan (sekitar Rp344,7 triliun) untuk produk terbatas.
Profesor ekonomi dari Universitas Tsinghua, Li Daokui mengisyaratkan stimulus tambahan segera diumumkan dalam waktu dekat.
“Dalam 10 hari ke depan, kita akan melihat pengumuman dari Dewan Negara,” ujarnya.
Ia menambahkan, China akan melipatgandakan atau bahkan menguatkan lagi upaya untuk meningkatkan konsumsi domestik. Meski begitu, beberapa ekonom tetap skeptis terhadap efektivitas kebijakan ini.
“Sepertinya dukungan konsumsi tidak akan cukup untuk sepenuhnya mengimbangi lemahnya ekspor,” kata Julian Evans-Pritchard dari Capital Economics.
Ia juga menyebut, kelebihan kapasitas akan makin memburuk, yang dapat memperkuat tekanan penurunan harga ke depan. Tekanan deflasi yang berkepanjangan menunjukkan pemulihan ekonomi China masih rapuh dan belum merata.
Di tengah eskalasi perang dagang dan lesunya ekspor, keberhasilan stimulus domestik akan menjadi kunci. Arah kebijakan dalam beberapa bulan ke depan akan sangat menentukan nasib pertumbuhan tahun ini.