Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

China Balas Serang Tarif AS, Ekonom Minta Waspadai Dampaknya

ilustrasi ekspor (pexels.com/Mark Stebnicki)
ilustrasi ekspor (pexels.com/Mark Stebnicki)
Intinya sih...
  • Ketegangan perang tarif dagang antara China dan Amerika Serikat semakin memanas.
  • Potensi limpahan impor produk China ke Indonesia dapat menyebabkan persempitan pintu masuk impor dan defisit perdagangan yang meningkat.
  • Pemerintah diminta menjalin dialog strategis dengan China untuk menghubungkan perdagangan bilateral dengan investasi jangka panjang yang saling menguntungkan.

Jakarta, IDN Times - Ekonom meminta pemerintah terus mewaspadai berbagai dampak dari ketegangan perang tarif dagang antara China dan Amerika Serikat.

Ketegangan ini kian memanas setelah China menerapkan tarif sebesar 84 persen terhadap barang-barang asal AS, sementara Amerika Serikat menaikkan tarif impor terhadap produk asal China hingga mencapai 125 persen.

Pengamat Ekonomi Universitas Paramadina Jakarta Wijayanto Samirin mengatakan, mahalnya tarif impor produk China ke Amerika Serikat berpotensi mendorong limpahan impor produk China ke Indonesia karena produknya yang tidak terserap optimal. 

"Pasti akan ada limpahan barang China ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Jadi secara paralel pintu masuk impor kita persempit, penyelundupan kita berantas tuntas," tegas Samirin kepada IDN Times, Kamis (10/4/2025). 

1. Pemerintah harus jalin dialog strategis hubungkan perdagangan bilateral-investasi yang menguntungkan

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Melihat potensi tersebut, ia mendorong pemerintah segera menjalin dialog strategis dengan China guna menghubungkan perdagangan bilateral dengan investasi jangka panjang yang saling menguntungkan. 

​Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia ke China sepanjang tahun lalu mencapai 62,4 miliar dolar AS. Negeri Tirai Bambu masih menjadi penyerap utama barang-barang Indonesia dengan porsi 23,6 persen. Komoditas ekspor utama di antaranya besi dan baja, bahan bakar mineral berupa batu bara, serta nikel.

Sementara itu, nilai impor dari China tahun lalu sebesar 72,7 miliar dolar AS, atau naik 16 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

Dengan kinerja tersebut, perdagangan Indonesia dengan China mencatatkan defisit 10,3 miliar dolar AS pada tahun lalu. 

2. China jadi target utama AS

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Samirin menilai alasan Trump mengecualikan China dari penundaan penerapan tarif impor selama 90 hari adalah karena China dianggap sebagai negara yang kuat, sehingga menjadi target utama dari Amerika Serikat.

Ekspor China ke AS kini hanya menyumbang sekitar 15 persen dari total ekspor nasional, turun dari sekitar 25 persen pada lima hingga delapan tahun lalu. Kondisi ini menunjukkan bahwa China telah mengantisipasi skenario tekanan dari AS dengan melakukan diversifikasi pasar global.

"Jadi China sudah bersiap diri jika (perang tarif) ini terjadi," beber dia menegaskan.

AS kini secara terbuka menganggap China sebagai musuh utama. Meskipun berbagai respons mungkin muncul dari China, AS diperkirakan akan terus memberikan tekanan kepada China.

Hal ini juga yang menjadi latar belakang China memilih melawan kebijakan tarif Trump dengan memberlakukan tarif 85 persen untuk produk dari AS. 

"Jadi melawan (balas tarif) menjadi pilihan satu-satunya bagi China," katanya. 

3. Manfaatkan jeda penangguhan tarif dengan susun strategi

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, terkait langkah Trump yang memberikan penangguhan tarif selama 90 hari kepada 75 negara, termasuk Indonesia, kata Samirin, langkah tersebut harus dimanfaatkan pemerintah Indonesia dengan menyiapkan berbagai strategi dalam menghadapi kebijakan tarif dagang.

"Penundaan ini membuat kita punya lebih banyak waktu untuk menyusun strategi, termasuk melakukan koordinasi dengan negara mitra, dan memperkuat kerja sama dagang," ujarnya.

Menurutnya, Indonesia tidak memiliki ketergantungan dengan Amerika Serikat dalam sektor ekspor, karena kontribusinya masih kurang dari 10 persen dari total ekspor nasional.

Pemerintah diimbau untuk bersikap terukur dan hati-hati dalam merespons perubahan situasi perdagangan internasional.

'Presiden Trump atau AS tidak sekuat yang kita duga dan tidak seberani yang kita kira. Kita perlu lebih yakin, tetapi segala langkah harus terukur," kata Samirin.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us