Sycamore memperkirakan harga WTI kemungkinan akan rebound lebih jauh menuju 83,50 dolar AS setelah naik di atas rata-rata pergerakan 200 hari pada harga 80,02 dolar AS.
"Saya pikir ada cukup alasan untuk ini (kenaikan harga minyak) terjadi, terlebih lagi jika kita mempertimbangkan langkah-langkah properti China yang diumumkan minggu lalu, termasuk melonggarkan peraturan hipotek, menurunkan deposito, dan membeli rumah yang tidak terjual," tuturnya.
Sementara itu, Brent mengakhiri pekan sebelumnya dengan kenaikan sekitar 1 persen. Ini merpakan kenaikan mingguan pertama dalam tiga pekan. Adapun WTI naik 2 persen karena membaiknya indikator ekonomi dari AS dan China sebagai konsumen minyak terbesar di dunia.
Meski terjadi volatilitas di kawasan ini, namun harga minyak hanya bergerak sedikit.
"Pasar minyak sebagian besar masih berada dalam kisaran terbatas dan tanpa katalis baru, kita mungkin harus menunggu kejelasan seputar kebijakan produksi OPEC+ untuk keluar dari kisaran ini," ujar Kepala Strategi Komoditas di ING, Warren Patterson.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) dijadwalkan bertemu pada 1 Juni mendatang.
"Pasar juga tampak semakin kebal terhadap perkembangan geopolitik, kemungkinan karena besarnya kapasitas cadangan yang dimiliki OPEC," ucap Patterson.
Sementara analis energi di MST Marquee, Saul Kavonic mengatakan bahwa pasar dan industri sudah terbiasa dengan kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed Bin Salman di sektor energi.
"Keberlanjutan strategi Saudi diharapkan terlepas dari masalah kesehatan ini," kata dia.