Mereka yang Beruntung dan Merugi di Tengah Pandemik

Pengusaha di Palu 'terluka' akibat gempa dan COVID-19

Jakarta, IDN Times - Bagi sebagian orang, pandemik COVID-19 membawa penderitaan terhadap usaha mereka. Namun, ada pula yang meraup keuntungan dari pandemik ini.

Sulawesi Adi Pitoyo salah satu yang terpuruk. Pengusaha batik motif Bomba asal Palu, Sulawesi Tengah ini bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga. Setelah usahanya porak-poranda karena gempa 28 September 2018 di Palu, kini dia berhadapan dengan lesunya pasar akibat COVID-19.

1. Beban berat pascagempa

Mereka yang Beruntung dan Merugi di Tengah PandemikANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Sebelum gempa menerjang Kota Palu, dalam sehari biasanya Adi mengumpulkan omzet Rp15 juta hingga Rp20 juta. Bahkan, jika ada kegiatan berskala nasional di Kota Palu, dia bisa meraup omzet hingga mencapai Rp30 juta per hari.

Namun setelah gempa, ia menutup usahanya yang dibangun sejak 10 tahun lalu. Selain karena tempat usaha yang rusak, pangsa pasar juga hancur. Ia bersama istrinya Siti Huzaemah baru saja menata kembali usahanya dalam beberapa bulan terakhir.

Tanda-tanda membaiknya usaha itu pun mulai terlihat, tapi COVID-19 datang dan mewabah. Pasar lesu, bahkan sama sekali tidak ada pesanan. "Sudah untung kalau sehari itu ada yang beli satu," katanya dilansir dari Antara, Senin (6/7/2020).

Adi mengaku bingung dengan berbagai informasi terkait COVID-19 yang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir. "Saya harus ambil tindakan segera dengan melihat peluang bisnis baru yang lebih menjanjikan. Batik tetap saja berjalan apa adanya," katanya, menanggapi lesunya bisnis batik di Kota Palu.

Baca Juga: Ini Sektor yang Paling Terpukul dengan Merosotnya Harga Minyak Dunia 

2. Pengusaha batik terluka akibat COVID-19 dan tagihan bank

Mereka yang Beruntung dan Merugi di Tengah PandemikPerajin batik juga terdampak pandemik COVID-19. IDN Times/Istimewa

Tidak hanya Adi, pengusaha batik dan kain tenun Donggala, Imam Basuki juga mengalami hal serupa. Usahanya di Palu sangat terpukul setelah di kawasan itu menjadi zona merah COVID-19 setelah ditemukannya satu warga positif COVID-19.

Ia bersama pengusaha dan perajin tenun yang lainnya terpaksa menghentikan sementara pasokan tenun dari sentra-sentra tenun karena permintaan pasar lesu. Sementara pasar potensial batik dan tenun Donggala ada di tangan para tamu yang datang ke Palu karena menjadikan kain batik khas Palu dan Donggala itu sebagai oleh-oleh khas lokal.

"Kemarin saya datang menagih di beberapa outlet yang barangnya sudah saya pasok sejak tiga bulan lalu, hasilnya hanya Rp2 juta. Saya mau pasok lagi, mereka menolak. Belum berani terima barang dalam kondisi seperti ini," kata Imam.

Lesunya pasar saat masa new normal makin diperberat dengan bank yang terus datang menagih. Imam dkk sudah berusaha mengajukan keringanan, tetapi beberapa bank beralasan mereka sudah pernah mendapat keringanan sebagai dampak dari bencana gempa 28 September 2018.

3. Hidupnya sektor pangan di tengah pandemik COVID-19

Mereka yang Beruntung dan Merugi di Tengah PandemikIDN Times/ Istimewa

Kisah berbeda dialami oleh pelaku usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) di Kota Palu. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palu Syamsul Syaifudin mengatakan sektor tersebut tetap tumbuh, bahkan sampai ekspansi pasar sampai ke luar daerah di tengah pandemik virus corona, salah satunya tepung terigu 'Kribo' khas Palu.

Pemilik usaha tepung terigu Kribo, Kartika, mengatakan saat ini dirinya memenuhi pasar Makassar 3,5 ton setiap pekannya. Ia mengandalkan penjualan secara daring hingga akhirnya ia tidak menyangka permintaan sampai ke Sumatera dan Kalimantan. "Saya sekarang kendala biaya pengiriman. Ongkos kirim terlalu mahal, sehingga kami belum bisa penuhi permintaan dari Sumatera," katanya.

Kartika baru mendirikan usahanya pada 2018 pasca gempa Palu. Kini, ia telah mempekerjakan 16 karyawan dan membuat beberapa varian untuk menjadikan adonan gorengan menjadi segar dan kering (crispy).

Untuk varian premium, kata Kartika, daya segar dan kering bertahan 20 sampai 24 jam. Untuk varian biasa, daya tahan segar dan kering lima sampai enam jam. "Kalau digunakan menggoreng malam ini, sampai besok malam masih tetap segar dan kering. Itu keunggulan produk kami," katanya.

Selain daya tahan keringnya yang lama, tepung kemasan Kribo ini juga memiliki sejumlah varian rasa, seperti keju, manis dan pedas. "Biasanya orang Palu sukanya yang pedas, sehingga kalau dipakai menggoreng pisang itu rasanya pedas," katanya.

Baca Juga: Teten Masduki: Hanya 13 Persen UMKM Terhubung ke Marketplace 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya