Pemerintah: Perubahan Status Jadi Negara Maju Tidak Rugikan Indonesia

Tetap dapat fasilitas bea masuk untuk barang ekspor

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Menteri Koordinator (Sesmenko) Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, perubahan status dari negara berkembang menjadi negara maju yang disematkan Amerika Serikat dalam konteks perdagangan internasional tidak akan merugikan Indonesia. 

Hal itu menurut Susiwijono telah dikonfirmasi oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. 

"Mereka memberikan klarifikasi yang menegaskan bahwa notice Kantor Perwakilan Perdagangan AS atau Office of the US Trade Representative (USTR) yang baru tersebut tidak berpengaruh terhadap pemberian fasilitas GSP Indonesia," kata Susiwijono dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/2).
 

1. Indonesia tetap dapat menikmati fasilitas bea masuk

Pemerintah: Perubahan Status Jadi Negara Maju Tidak Rugikan IndonesiaIDN Times/Mela Hapsari

Sebagai negara berkembang, selama ini Indonesia menikmati fasilitas generalized system of preferences (GSP). Yakni fasilitas bea masuk yang rendah untuk ekspor tujuan AS. 

Namun dengan perubahan status menjadi negara maju seperti yang ditetapkan USTR, ada kekhawatiran fasilitas bea masuk tersebut dicabut atau dihilangkan dan dapat berdampak pada produk Indonesia yang akan sulit bersaing di pasar internasional. 

"Kebijakan tersebut hanya berdampak pada US countervailing duty investigations bukan pada program GSP," ujar Susiwijono. 

Baca Juga: AS Tetapkan RI Masuk Jadi Negara Maju, Mengapa?

2. Akan dijelaskan lebih rinci oleh Kementerian Perdagangan

Pemerintah: Perubahan Status Jadi Negara Maju Tidak Rugikan IndonesiaViza mengecek barang-barang yang akan di ekspor dari jasa pengiriman miliknya (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam keterangannya, Susiwijono juga menjelaskan bahwa status penerima GSP pada 15 kriteria eligibilitas, didasarkan pada Undang-undang yang berbeda.

"Termasuk kriteria negara berkembang dan LDCs yang ditentukan oleh World Bank. Undang-undang GSP tidak menjadikan status 'negara berkembang' sebagai pertimbangan," katanya. 

Susiwijono menambahkan, Kementerian Perdagangan akan menjelaskan lebih lanjut mengenai perubahan status Indonesia di sektor perdagangan internasional. "Nanti akan dijelaskan oleh Kementerian Perdagangan," imbuhnya.

3. Kebijakan USTR atas penetapan perubahan status negara

Pemerintah: Perubahan Status Jadi Negara Maju Tidak Rugikan IndonesiaPatung Liberty Amerika Serikat (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Diberitakan sebelumnya, pada 10 Februari 2020, United States Trade Representative (USTR) menerbitkan Notice yang mengeluarkan Indonesia dan sejumlah negara lain dari daftar negara berkembang. Publikasi tersebut termaktub dalam Federal Register Vol 85 No 27 Halaman 7613 (85 FR 7613) “Designations of Developing and Least-Developed Countries Under the Countervailling Duty Law”. 

Kebijakan tersebut berdampak pada US countervailing duty investigations terhadap negara-negara berkembang yang dideklarasikan sendiri oleh AS, meliputi Albania; Argentina; Armenia; Brazil; Bulgaria; Tiongkok; Kolumbia; Kosta Rika; Georgia; Hongkong; India; Indonesia; Kazakhstan; Republik Kyrgyzstan; Malaysia; Moldova; Montenegro; Makedonia Utara; Rumania; Singapura; Afrika Selatan; Korea Selatan; Thailand; Ukraina; dan Vietnam.

Pemerintahan AS mendasarkan kebijakan tersebut untuk negara-negara yang termasuk dalam kategori tertentu, seperti mereka yang menjadi anggota klub ekonomi global seperti G-20, OECD atau yang diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan tinggi oleh Bank Dunia. USTR melakukan revisi metodologi dalam mengklasifikasi negara dengan ekonomi berkembang yang didasarkan pada panduan yang disusun pada tahun 1998.
 

Baca Juga: Status Negara Berkembang Indonesia Dicabut Amerika, Ini 3 Kerugiannya

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya